Salah satu wishlist saya tahun ini adalah naik gunung, apapun, yang penting pernah merasakan yang namanya naik gunung hahaha. Entahlah sebagai sanguinis bergolongan darah B, saya selalu penasaran dengan hal baru atau pergi ke tempat yang belum pernah saya pijak. Ketika rasa penasaran itu sangat menggebu maka saya akan berusaha untuk menunaikannya. Hmm, sebetulnya saya sudah pernah sih naik gunung, Gunung Anak Krakatau bisa disebut gunung juga kan ya? Yaaa, walaupun hanya berketinggian 813 mdpl, saya yang seperti ini alhamdulillah bisa juga sampai puncaknya yang legendaris dengan asap panasnya yang mengebul. Oh atau toko buku Gunung Agung di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Bogor, terletak di lantai 2 berarti saya harus naik dong, ya naik eskalator!
Naik gunung yang dimaksud disini adalah hiking berjam-jam, membawa perbekalan, membuka tenda dan menginap di alam terbuka. Kelihatannya memang merepotkan dan melelahkan tapi sebagai penikmat perjalanan rasanya pasti sangat menyenangkan bisa menyatu dengan alam seperti itu. Banyak teman menyarankan sebagai pendaki pemula sebaiknya mendaki gunung-gunung yang tidak begitu sulit trek-nya misal Papandayan atau Prau. Di bulan Februari datanglah ajakan untuk menyambangi Papandayan, tetapi saya menolak karena cuaca sedang tidak baik dan betul saja tak lama keluar surat edaran bahwa beberapa gunung ditutup termasuk Papandayan. Ajakan kedua di bulan Mei untuk menjelajah Semeru, waaaah siapa yang tidak mau. Saya pun tergoda tapi akhirnya lagi-lagi menolak karena berhalangan hadir. Akhirnya di bulan Juli ajakan ke Papandayan datang lagi, kali ini dari teman kantor, setelah sekian lama tertunda saya tidak ragu untuk berangkat.
Inisiasi hingga keberangkatan menghabiskan waktu sekitar 2 minggu, persiapan yang cukup singkat. Saya mulai mengumpulkan (baca: meminjam) perlengkapan mendaki, alhamdulillah ada teman yang bersedia meminjamkan perlengkapannya mulai dari matras hingga senter, wah sangat lengkap sekali. Berhubung sedang berulang tahun, hehe saya menghadiahkan diri saya sendiri sebuah tas carrier merk Rei berukuran 40 L, murah meriah tetapi saya jatuh cinta ketika petama melihat. Tas berwarna biru ini pun akhirnya merupakan satu-satunya perlengkapan daki gunung pertama yang saya punya. Hmm, sepertinya akan berguna juga untuk traveling jarak jauh dan dalam jangka waktu medium.
Masih dalam rangka bertambahnya usia, salah satu sahabat saya memberikan saya sepasang sarung tangan nan cantik, katanya biar hangat, aaaah terharu, terimakasih Migo. Tak sampai situ, rekan-rekan satu tim kesayangan di kantor yang sudah hafal hobi saya menjelajah sana sini pun memberikan sebuah jaket polar berwarna hijau tosca. Katanya biar kelihatan kalo nyasar di gunung, hahahaha semprul. Anyway, terimakasih semuanya. Alhamdulillah rejeki.
Kali ini tim yang akan berangkat sejumlah 8 orang, semuanya berasal dari Divisi IT kecuali saya. Sebetulnya tidak terlalu akrab dengan mereka, tapi tidak ada salahnya toh perjalanan selama 3 hari pada akhirnya akan membuat kami saling mengenal satu sama lain. Untuk transportasi kami memutuskan menyewa mobil APV pulang-pergi dari Jakarta - Garut - Jakarta seharga Rp. 1.800.000, harga yang sangat cukup hemat karena dibagi 8, sudah termasuk driver, bensin dan tol. Selain hemat tentunya lebih ringkas karena berada dalam satu kendaraan bersama dan tentunya lebih akrab walaupun sedikit kesempitan hehehe.
Sebagai pendakian pertama, saya banyak menggali informasi dari beberapa rekan pendaki yang sudah mahir, baik mengenai apa saja do and don'ts hingga membantu mengecek kembali perlengkapan yang akan dibawa. Banyak orang cenderung meremehkan kerepotan saya karena "hanya" akan menjelajah Papandayan saja. Kata mereka gunungnya mudah didaki, tidak sulit, trek nya santai bahkan bisa dilewati motor, tidak begitu tinggi, banyak fasilitas ini itu. Walaupun begitu saya tidak ingin meremehkan begitu saja, gunung tetaplah gunung dan alam tetaplah alam. Persiapan matang akan menghasilkan pendakian yang menyenangkan dan pastinya bisa pulang dengan selamat dan bisa berbagi cerita dengan orang lain pasti rasanya luar biasa. Ya, seperti bisa menulis blog ini saat ini tanpa kekurangan suatu apapun alhamdulillah.
Naik gunung yang dimaksud disini adalah hiking berjam-jam, membawa perbekalan, membuka tenda dan menginap di alam terbuka. Kelihatannya memang merepotkan dan melelahkan tapi sebagai penikmat perjalanan rasanya pasti sangat menyenangkan bisa menyatu dengan alam seperti itu. Banyak teman menyarankan sebagai pendaki pemula sebaiknya mendaki gunung-gunung yang tidak begitu sulit trek-nya misal Papandayan atau Prau. Di bulan Februari datanglah ajakan untuk menyambangi Papandayan, tetapi saya menolak karena cuaca sedang tidak baik dan betul saja tak lama keluar surat edaran bahwa beberapa gunung ditutup termasuk Papandayan. Ajakan kedua di bulan Mei untuk menjelajah Semeru, waaaah siapa yang tidak mau. Saya pun tergoda tapi akhirnya lagi-lagi menolak karena berhalangan hadir. Akhirnya di bulan Juli ajakan ke Papandayan datang lagi, kali ini dari teman kantor, setelah sekian lama tertunda saya tidak ragu untuk berangkat.
Inisiasi hingga keberangkatan menghabiskan waktu sekitar 2 minggu, persiapan yang cukup singkat. Saya mulai mengumpulkan (baca: meminjam) perlengkapan mendaki, alhamdulillah ada teman yang bersedia meminjamkan perlengkapannya mulai dari matras hingga senter, wah sangat lengkap sekali. Berhubung sedang berulang tahun, hehe saya menghadiahkan diri saya sendiri sebuah tas carrier merk Rei berukuran 40 L, murah meriah tetapi saya jatuh cinta ketika petama melihat. Tas berwarna biru ini pun akhirnya merupakan satu-satunya perlengkapan daki gunung pertama yang saya punya. Hmm, sepertinya akan berguna juga untuk traveling jarak jauh dan dalam jangka waktu medium.
![]() |
Hasil pinjeman :p |
Masih dalam rangka bertambahnya usia, salah satu sahabat saya memberikan saya sepasang sarung tangan nan cantik, katanya biar hangat, aaaah terharu, terimakasih Migo. Tak sampai situ, rekan-rekan satu tim kesayangan di kantor yang sudah hafal hobi saya menjelajah sana sini pun memberikan sebuah jaket polar berwarna hijau tosca. Katanya biar kelihatan kalo nyasar di gunung, hahahaha semprul. Anyway, terimakasih semuanya. Alhamdulillah rejeki.
![]() |
Mudah-mudahan bisa sampe Rusia |
![]() |
Rei dan Tosca siap naik gunung |
![]() |
Anak IT dan anak IT gagal (saya) jadi anak gunung dulu yaa |
Pukul 22.00 setelah cek sana sini dan menyadari bahwa tas yang saya bawa semakin berat karena dijejali oleh logistik kelompok, kami meluncur dari kawasan Sunter menuju Garut. Sepanjang perjalanan kami manfaatkan dengan berbincang dan bercanda, mencoba untuk saling mengakrabkan diri satu sama lain, sebagai pondasi ikatan yang akan terbangun selama 3 hari ke depan. Di tol Cikampek kami sempat mengistirahatkan diri, sekedar ke toilet dan minum kopi sambil berbincang hangat. Tak lama mobil kembali meluncur di gelapnya malam dan kami tertidur pulas.
Adzan subuh berkumandang ketika kami sampai di Gapura Cisurupan, disinilah penyewaan mobil kami berakhir. Ketika turun dari mobil, udara dingin khas pegunungan mulai menelusup badan, tapi saya masih enggan untuk memakai jaket, hmm anggap saja penyesuaian diri engan suhu udara sekitar. Setelah menyepakati untuk dijemput kembali oleh sang driver pukul 14.00 pada hari minggu, kami bergegas untuk beristirahat dan solat Subuh. Kebetulan di dekat gapura ada masjid besar yang sering dimanfaatkan oleh para pendaki untuk beristirahat sebelum memulai pendakian.
Setelah beristirahat, saya dan dua orang teman pergi ke Pasar Cisurupan yang tidak jauh dari gapura untuk membeli beberapa perbekalan tambahan untuk dimasak. Kami bertiga, dua calon ibu-ibu dan seorang bapak muda merencanakan menu makan secara mendadak saat itu juga di pasar. Sebagai pemula yang belum pernah mempersiapkan konsumsi di gunung, ini merupakan pengalaman berharga. Saya pada saat itu hanya berdoa mudah-mudahan tidak ada bahan makanan yang terlewat dan tidak kurang, aamiin.
Mentari mulai naik dan hari mulai terang, sebelum memulai pendakian kami mengisi perut di salah satu rumah makan sambil menunggu mendapat giliran pick up carteran. Pagi itu kawasan Cisurupan sangat ramai dengan para pendaki, maklum saja minggu-minggu pertama setelah lebaran Idul Fitri, orang-orang berduyun-duyun mulai naik gunung, begitu pun kami hehehe.
Sebelum mulai terik kami bergegas berangkat, mobil pick up seharga Rp. 20.000 per orang pun meluncur ke atas menuju Camp David pos pendakian pertama. Walaupun ditawarkan untuk duduk empuk di samping supir, saya lebih memilih duduk di pick up agar lebih bisa menikmati sejuknya udara dan pemandangan sekitar pegunungan yang tidak akan ditemui di kota besar.
Sekitar 30 menit perjalanan, kami sampai di pos Simaksi (Surat Ijin Masuk Kawasan Hutan Konservasi), salah satu perwakilan kami turun dari pick up untuk membayar Rp. 100.000 per rombongan dan mengisi formulir yang berisi identitas kami yang akan dicek kembali ketika kami turun gunung. Kami juga diberikan peta kasar mengenai jalur pendakian Papandayan.
Tak lama mobil pick up pun berhenti tanda kami sudah sampai di Camp David. Di kejauhan tampak terlihat asap mengepul yang berasal dari kawan aktif Papandayan. Oh, let's say Hello to Papandayan..
Jika membawa mobil pribadi bisa diparkirkan di Camp David karena lahan parkirnya cukup luas. Ada banyak sekali warung-warung jajanan untuk sekedar mengisi perut dan tentunya yang diidam-idamkan oleh para pendaki : TOILET! Setelah menunaikan tugas mulia di toilet yang antrinya sangat panjang, kami bersiap-siap untuk memulai pendakian sebelum hari mulai panas.
Pagi itu matahari cukup terik dan hari sangat cerah, alhamdulillah saya sangat antusias untuk pendakian pertama ini. Bismillahi tawakaltualallah., setelah berdoa sejenak kami pun siap mendaki, berangkaaaaat!!
Foto : Dokumentasi Pribadi
Adzan subuh berkumandang ketika kami sampai di Gapura Cisurupan, disinilah penyewaan mobil kami berakhir. Ketika turun dari mobil, udara dingin khas pegunungan mulai menelusup badan, tapi saya masih enggan untuk memakai jaket, hmm anggap saja penyesuaian diri engan suhu udara sekitar. Setelah menyepakati untuk dijemput kembali oleh sang driver pukul 14.00 pada hari minggu, kami bergegas untuk beristirahat dan solat Subuh. Kebetulan di dekat gapura ada masjid besar yang sering dimanfaatkan oleh para pendaki untuk beristirahat sebelum memulai pendakian.
Setelah beristirahat, saya dan dua orang teman pergi ke Pasar Cisurupan yang tidak jauh dari gapura untuk membeli beberapa perbekalan tambahan untuk dimasak. Kami bertiga, dua calon ibu-ibu dan seorang bapak muda merencanakan menu makan secara mendadak saat itu juga di pasar. Sebagai pemula yang belum pernah mempersiapkan konsumsi di gunung, ini merupakan pengalaman berharga. Saya pada saat itu hanya berdoa mudah-mudahan tidak ada bahan makanan yang terlewat dan tidak kurang, aamiin.
![]() |
Cisurupan pagi itu |
Warung nasi yang selalu ramai oleh pendaki |
View dari atas pick up |
Pos Simaksi Papandayan |
![]() |
Hello Papandayan! |
Papandayan!! |
Foto : Dokumentasi Pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar