Sabtu, 26 April 2014

Ke Malioboro? Jangan Hanya Berbelanja!

Cerita solo trip di Semarang masi berlanjut, di hari ketiga saya bangun pagi-pagi sekali untuk packing karena pagi ini sudah harus check out dari hotel. Perjalanan dilanjutkan menuju Kendal untuk menghadiri pernikahan kolega kantor. Beruntung saya diijinkan menggunakan mobil kantor dan driver karena memang aksesnya agak sulit jika harus menggunakan angkutan umum. Pukul 7.00 Pak Narwan sang driver sudah standby di depan hotel dan siap mengantarkan saya hingga malam nanti.

Walaupun agak mengantuk tetapi saya meniatkan untuk tidak tidur dan menemani Pak Narwan selama perjalanan. Mulai dari topik pekerjaan sampai keluarga, dari mulai pemilu dan politik sampai tentang Kota Semarang. Sekitar 1,5 jam setelah mencari alamat sampailah saya di lokasi acara. Alhamdulillah misi selesai dilaksanakan, teman saya terharu senang karena saya bisa juga sampai disana dan menghadiri pernikahannya, hehehe.

Selesai acara kami beranjak meluncur menuju Yogyakarta karena flght saya nanti malam dari Bandara Adisucipto pukul 20.30. Hmmm, sepertinya masih cukup waktu setengah hari untuk sekedar jalan-jalan singkat di Malioboro. Mobil pun meluncur menuju Yogyakarta via Secang dan Magelang. Saya cukup hafal bebeapa jalan di Secang dan Magelang karena melewati jalan rumah bukde, tapi sayang karena waktunya terbatas saya tidak mampir.

Malioboro sore itu
Pukul 4.00 sore sampailah kami di Malioboro, walaupun sebetulnya tidak berniat untuk berbelanja entah mengapa pilihan jatuh kesini. Saya pun melangkahkan kaki, anggap saja window shopping hehehe. Yogyakarta sore itu terik sekali, saya memilih untuk berjalan di area trotoar toko sambil melihat-lihat barang dagangan. Eksplor Jalan Malioboro sebetulnya sangat menyenangkan, jika berkunjung kesini jangan hanya berbelanja saja, karena di ujung jalan mendekati persimpangan lampu merah ada beberapa objek wisata yang bisa dikunjungi. Antara lain :

Monumen Batik
Mungkin rasanya banyak yang tidak tahu kalau di ujung jalan Malioboro terdapat sebuah monumen yaitu Monumen Batik. Lokasinya di trotoar sisi depan Gedung Agung tepat di perempatan lampu merah Kantor Pos, tepat di titik Nol kilometer kota Yogyakarta. Banyak orang tidak sadar mengenai keberadaan monumen ini dikarenakan kondisinya yang memprihatinkan. Ketika saya datang, kondisinya kotor, banyak sampah dan coretan, bahkan tercium bau pesing menyengat di beberapa tempat juga digunakan sebagai tempat pedagang kaki lima, maupun gelandangan. Di Monumen Batik yang menghiasi lampu-lampu jalan ini, terdapat 24 motif batik khas Yogya berikut dengan penjelasannya. Sebetulnya mirip dengan museum terbuka, penjelasannya pun cukup rinci dan bisa menambah pengetahuan kita mengenai warisan budaya Indonesia. Semoga jika saya kembali ke Yogya, kondisinya sudah lebih baik dan tidak memprihatinkan, aamiin.

Monumen Batik Yogyakarta
Gedung Agung (Istana Kepresidenan)
Dekat dengan Monumen Batik terdapat Gedung Agung atau Istana Kepresidenan. Seperti Istana kepresidenan lainnya, Gedung Agung digunakan sebagai kantor dan kediaman resmi Presiden RI juga sebagai tempat menerima tamu atau menginap tamu-tamu negara. Sejak tahun 1991, istana ini digunakan sebagai tempat memperingati detik-detik proklamasi kemerdekaan untuk daerah DIY.

Gedung Agung
Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949
Tepat di seberang jalan Gedung Agung, terdapat Monumen Serangan Umum 1 Maret. Monumen ini dibangun untuk memperingati serangan TNI terhadap Belanda pada 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh LetKol Soeharto. Ketika itu Indonesia dianggap lumpuh oleh Belanda, untuk membuktikan bahwa Negara Indonesia masih ada maka dilakukanlah serangan besar-besaran yang sukses meningkatkan moril TNI dan mematahkan propaganda yang dilakukan oleh Belanda. Monumen ini tertutup untuk umum, sehingga hanya bisa dinikmati dari luar saja.

Monumen Serangan Umum 1 Maret
Benteng Vredeburg
Tepat di sebelah Monumen Serangan Umum 1 Maret terdapat Benteng Vredeburg, sayang ketika saya datang benteng ini sudah tutup jadi hanya bisa melihat saja dari luar. Benteng ini dibangun sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan Belanda pada masa penjajahan, dikelilingi oleh parit yang sebagian telah direkontruksi.

Pintu Gerbang Benteng Vredeburg
Pasar Beringharjo
Berjalanlah kembal ke arah Malioboro maka kita akan menemukan Pasar Beringharjo di sisi jalan yang sejajar dengan Benteng Vredeburg. Pasar Beringharjo merupakan salah satu pasar tertua di Yogyakarta dan telah beroperasi sejak tahun 1758. Produk yang dijual sudah semakin beragam mulai dari batik, makanan, souvenir, dan lain-lain. Mempunyai makna filosofis yang berarti hutan pohon beringin yang diharapkan memberikan kesejahteraan bagi warga Yogyakarta. Saya pun hanya mampir sebentar untuk membeli bakpia titipan Kakak kemudian melanjutkan ekplor Malioboro kembali.

Sore yang terik memang pas jika menyeruput minuman dingin, saya pun mampir di salah satu depot es dawet ayu. Sangat segar dengan gula merah alami tanpa pemanis buatan apalagi harganya sangat murah, hanya Rp. 3000 saja. Saya pun menikmati es dawet sambil menikmati suasana Yogyakarta di sore hari. Selesai melepas penat, saya mampir ke Masjid di samping kantor Walikota Yogyakarta untuk sholat Ashar dan beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. 

Di Masjid saya berjumpa dengan seorang ibu yang mengajak mengobrol, ternyata beliau ketika muda pernah tinggal di Bogor dekat dengan rumah saya. Kami pun sempat berbincang menggunakan Bahasa Sunda, padahal kami sedang di Kota Gudeg hehehe. Obrolan semakin lama, Ibu tersebut menawarkan bahwa beliau bisa melakukan rukhyah dan menawarkan pada saya yang saya tolak dengan halus karena kebetulan harus segera pergi, hehehe. Saya pun pamit dan pergi ke parkiran untuk menemui Pak Narwan yang sudah standby akan mengantarkan saya ke bandara untuk penerbangan ke kota lain.

Foto : Dokumentasi Pribadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar