Minggu, 20 April 2014

Solo Traveling to Semarang (Part 2) - Pagoda Avalokitesvara Watugong

Hari kedua di Semarang saya sudah mempunyai rencana perjalanan akan kemana saja namun sayangnya saat itu saya masih belum memiliki peta wisata. Sehingga belum tahu prioritas rute agar dapat memaksimalkan waktu seharian. Pagi sekali saya sudah mandi dan bersiap untuk menjelajah kota, saya menuju receptionist untuk meminta peta, sayangnya di hotel tidak disediakan peta dalam bentuk print out tetapi peta tersebut terpampang besar di dinding area lounge. Maka saya pun bergegas mengamati peta dengan seksama untuk mencari titik-titik terdekat tempat wisata dengan hotel.

Kemungkinan paling efisien adalah rute Pagoda Watugong - Klenteng Sam Poo Kong - Toko Oen - Lawang Sewu - Tugu Muda - Jl. Pandanaran. Saya memilih Pagoda Watugong sebagai objek pertama karena lokasinya yang paling jauh dan ternyata memang cukup jauh hehehe. Siap dengan rencana perjalanan, pukul 07.00 saya pun melangkahkan kaki dengan backpack berisi makanan dan minuman. Sebetulnya saya masih buta arah apakah harus melangkahkan kaki ke kiri atau kanan hotel, setelah melangkahkan kaki dengan mantap ke kiri, ternyata saya salah arah hehehe lagi-lagi navigasi saya kacau. Akhirnya saya pun bertanya kepada pedagang kaki lima kemana arah untuk mencapai Pagoda Watugong.


Pagoda Watugong
Ternyata jalan raya sekitar hotel sangat sepi, angkot dan taxi jarang sekali yang lewat. Tak sabar menunggu saya pun berjalan kaki sampai akhirnya ada angkot lewat hehehe. Saat naik angkot pun sebetulnya saya belum tahu harus turun dimana, sampai menemukan jalan besar saya pun turun kemudian bertanya lagi kepada tukang loper koran yang kebetulan saya temui. Ternyata saya turun di tempat yang tepat walaupun sebetulnya agak ngasal hahaha. Daerah saya turun adalah kawasan Pasar Kambing, walaupun saya hanya melihat 3 ekor kambing saja yang dijual di pinggir jalan. Dari pertigaan Pasar Kambing saya harus naik angkot ke arah Banyumanik/Semarang atas (kebetulan jalanannya menanjak jadi memudahkan hehehe). Sebelum naik angkot saya memastikan tidak salah naik, menurut informasi sang sopir saya harus naik angkot ini kemudian nanti dilanjutkan dengan bis ke arah Ungaran. Rata-rata ongkos yang dikeluarkan sekali naik angkot adalah Rp. 3000.


Kawasan Pasar Kambing yang sangat sepi
Sekitar 30 menit saya menghabiskan waktu naik angkot, ternyata pemberhentian berikutnya lumayan jauh. Saya ingat sekali angkotnya melewati kawasan Bukit Gombel, kemudian gerbang Universitas Diponegoro. Akhirnya sang sopir pun memberitahukan saya harus turun dan melanjutkan perjalanan dengan bus di depan yang sedang mengetem. Perjalanan pun dilanjutkan dengan bis 3/4 selama 10 menit, saya duduk di samping seorang ibu yang mengajak berbincang dan tanpa segan bercerita mengenai hidupnya. Saya pun mendengarkan dengan seksama dan menerima nasihat yang beliau utarakan. Sampai akhirnya terlihatlah ujung pagoda dari kejauhan, saya pun pamit kepada ibu tersebut yang diakhiri dengan mendoakan saya agar disegerakan mendapat jodoh yang baik, aamiin. Terima kasih ibu.

Akhirnya setelah perjalanan yang sangat panjang hehehe, sampailah saya di pintu gerbang Pagoda Avalokitesvara yang berlokasi di seberang Markas Kodam IV. Daerah Watugong memang berada di Semarang atas sehingga udaranya lebih sejuk, rimbunnya pepohonan di kawasan pagoda membuat udara semakin sejuk dan nyaman. 

Saya pun permisi kepada security yang sedang bertugas apakah saya boleh masuk ke pagoda. Bapak dari timor itu pun dengan ramah mempersilakan saya masuk, silakan berkeliling katanya. Jalanan menuju pagoda ditumbuhi oleh pepohonan rindang di sisi jalannya. Pohon-pohon ini ditempeli kata-kata bijak berupa nasihat hidup, sepertinya potongan ayat dari kitab suci. Saya pun membacanya satu per satu, ada satu nasihat hidup yang saya ingat sampai sekarang yaitu :
"ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya", selama seseorang masih menyimpan pikiran-pikiran semacam itu maka kebencian tak akan pernah berakhir" - Dhammapada 3
Untuk perenungan
Di ujung jalan terdapat tangga menanjak menuju pagoda, di sisi kiri terdapat tulisan Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya Watugong. Menaiki tangga kita akan disambut oleh rindangnya pohon Bodhi (Ficus Religiosa) dengan patung Dewi Kwan Im (Dewi Welas Asih) dan Sang Budha berwarna emas di bawahnya. Di setiap ranting pohon Bodhi digantung kertas-kertas doa berwarna merah. Konon pohon Bodhi ini ditanam oleh Bhante Naradha Mahathera pada tahun 1955 dan didatangkan langsung dari India. Tampak ada seorang ibu yang sedang menyapu pelataran pohon Bodhi, saya pun permisi kepada ibu tersebut yang disambut dengan senyum dan mempersilakan masuk.

Dewi Kwan Im
Tulisan pagoda dan patung Dewi Kwan Im di depan
Sang Buddha di bawah pohon Bodhi yang rimbun
Saya pun takjub dengan bangunan pagoda yang menjulang tinggi di depan saya. Rasanya seperti bukan di Semarang karena sangat oriental sekali. Suasana masih sangat sepi, hanya tampak seorang bapak yang sedang khusyuk beribadah dan seorang traveler wanita yang sedang sibuk memotret. Saya berjalan berkeliling, sekeliling pagoda terdapat kolam teratai dengan ikan koi yang begitu banyak dan besar. Di sisi kanan terdapat balai kecil dan di sebelah kiri terdapat patung kura-kura yang cukup besar dengan ukiran tulisan China di belakangnya.


Patung kura-kura
Tinggi bangunan pagoda adalah 45 meter dengan 7 tingkatan dan diresmikan oleh MURI pada tahun 2006 sebagai pagoda tertinggi di Indonesia. Bagian dalam pagoda benbentuk segi delapan, dari mulai tingkat kedua hingga keenam terdapat patung Dewi Kwan Im  yang menghadap empat penjuru mata angin. Untuk masuk ke pagoda kita diharuskan melepaskan alas kaki, saya pun sempat berkeliling namun sungkan untuk mengambil foto karena khawatir mengganggu kenyamanan bagi yang sedang beribadah. Wangi dupa yang dibakar pun semerbak mengisi ruang udara pagi itu.


Sleeping Buddha
Saya melanjutkan berkeliling ke sisi kiri pagoda yang terdapat tangga turun, disana tampak seorang bapak sedang menyapu dedaunan yang jatuh. Saya pun sempat menyapa dan berbincang sedikit, karena beliau masih sibuk saya pun pamit untuk melanjutkan berkeliling. Di area bawah terdapat Patung Buddha tidur berwarna keemasan yang cukup besar. Di sampingnya terdapat wall sign yang sudah tampak usang bahwa disitu akan dibangun kembali patung Buddha setinggi 36 m namun sepertinya hingga kini tidak pernah terealisasikan.


Hingga kini belum terealisasikan
Di kompleks pagoda ini juga terdapat cottage untuk tamu yang ingin menginap. Di depan cottage terdapat semacam gedung aula 2 lantai, yaitu aula Dhammasala. Saya pun berjalan ke arah depan terdapat sebuah gerbang semacam gerbang tori yang biasanya ada di pintu masuk kuil. Terlihat dari bangunannya sepertinya gerbang tori ini baru saja dibangun. Di depan gerbang tori terdapat monumen batu yang berbentuk menyerupai gong. Penemuan batu inilah yang menjadi asal muasal nama daerah Watugong yang berarti batu gong.


Semacam gerbang tori
Suasana yang sejuk dan damai dengan keasrian lingkungannya serta suasana ala Tiongkok membuat setiap pengunjung baik wisatawan maupun ummat beribadah menjadi betah. Jam sudah menunjukkan pukul 09.00, saya harus melanjutkan perjalanan menuju Sam Poo Kong. Sebelum pulang saya pamit ke security sambil bertanya jalan menuju Sam Poo Kong. Perjalanan pun dimulai kembali.


Batu Gong
Bersambung ke Part 3

Dokumentasi : Milik pribadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar