Rabu, 23 April 2014

Solo Traveling to Semarang (Part 5) - Lawang Sewu

Salah satu landmark kota Semarang yg wajib dikunjungi jika mampir ke kota ini pastinya adalah Lawang Sewu. Sering juga dijadikan sebagai tempat uji nyali karena keseramannya. Penasaran dengan sejarah gedung tua ini, saya pun merapat setelah menyicipi makanan di Toko Oen. Dari Toko Oen saya berjalan kaki ke arah selatan kira-kira 20 menit melalui trotoar yang sangat rapi di sepanjang jalan.

Lawang Sewu setelah Pemugaran
Siang itu cukup terik jadi saya dengan ala-ala dan cuek membuka payung, panaaasss sobh. Jalan kaki di Semarang ternyata lumayan nyaman, tidak ada yang mengganggu seperti di Jakarta hehehe dan tentunya tidak insecure, entah rasanya aman saja terkendali. Saya pun berjalan santai sambil melihat kiri kanan. Sempat melewati bundaran yang ada mall baru, sepertinya sedang hits karena pintu masuknya tampak padat oleh mobil-mobil. Semarang juga punya transportasi dalam kota Trans Semarang, hmm lain kali harus coba untuk berkeliling. Sebelum sampai di Lawang Sewu saya sempat melewati kantor Walikota Semarang yang bangunannya tampak tua dan spooky hii sepertinya seumuran dengan Lawang Sewu karena lokasinya berdampingan.

Trotoar yang rapi
Sampailah saya di loket masuk, dengan membayar Rp.20.000 kita bebas berkeliling sampai puas. Beberapa mas-mas berbaju lurik dan ikat kepala khas Jawa Tengah menawarkan diri untuk menemani, oh ternyata mereka guide. Saya pun tertarik namun saya tunda karena buru-buru mencari toilet. Toiletnya menyeramkan huhuhu tapi bismillah saja. Keluar dari toilet saya menghampiri mas-mas berbaju lurik dan minta ditemani berkeliling. Dia menyampaikan bahwa biayanya Rp.30.000 saya pun mengiyakan. Sang guide agak heran karena saya sendirian, ia pun bertanya mana rombongan saya, hihihi.

Mas nya ini (maaf saya lupa namanya) baik sekali, sangat ramah dan selalu bersemangat walaupun harus terus mengoceh bercerita sepanjang kami berkeliling. Ia pun tak segan untuk membantu saya mengambil foto dan menjalankan tugas dengan sangat baik ketika menjelaskan sejarah Lawang Sewu.

Saya pun baru tahu ternyata Lawang Sewu merupakan kantor pusat perusahaan kereta api (trem) penjajah Belanda Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS) yg dibangun pada tahun 1904. Awalnya saya pikir gedung ini digunakan sebagai pusat pemerintahan. Disebut Lawang Sewu (Seribu Pintu) karena memiliki pintu yang sangat banyak walaupun pada kenyataannya jumlahnya tidak tepat seribu. Dulu memang gedung tua ini tidak digunakan dan tidak terawat, yang ada jadi tempat uji nyali orang-orang iseng. 

Gedung depan sudah dicat dan semakin cantik
Lawang Sewu terdiri atas 2 gedung kembar di depan dan belakang, di tengahnya terdapat pelataran dan ada pohon besar yang rindang, lumayan sejuk untuk istirahat duduk di bawahnya. Hari itu lumayan ramai karena banyak rombongan anak sekolah dan ada beberapa pasang kekasih sedang foto pre-wedding. Kami melanjutkan jalan dan masuk ke gedung depan di lantai 1, kebetulan gedung ini baru dipugar dan lantai 1 nya sudah selesai dan rapi dicat jadi lebih cantik dan cukup mengurangi tingkat keseramannya. Kebetulan saat itu sedang ada pameran mengenai sejarah perkereta apian di Indonesia. Ada juga film dokumenter tentang kereta api di Indonesia, tetapi menggunakan bahasa Belanda karena orang Belanda yang membuatnya.

Saat ini Lawang Sewu dirawat dan berada di bawah naungan PT. KAI. Pertama kali dibuka untuk umum adalah pada tahun 2010 setelah sekian lama diabaikan. Hmmm, terbayang seramnya sebelum dibuka untuk umum, pantas saja jadi tempat uji nyali, heuheu. Kata Mas Lurik (sebut saja begitu), banyak sekali dulu yang datang hanya untuk uji nyali, baik yang datang sendiri maupun beramai-ramai. Tetapi jarang sekali mereka bisa keluar dengan aman karena pasti ada saja yang kesurupan. Hmmm. Akhirnya karena punya potensi pariwisata yang tinggi, dibukalah untuk umum. Tapi memang sebelum dibuka dilakukan upacara dulu semacam meminta ijin para penunggu tempat ini agar tidak saling mengganggu. Dari lantai 1 sebetulnya saya ingin sekali naik ke lantai 2 karena terdapat spot menarik yaitu tangga dengan kaca patri besar berwarna-warni yang kalau siang kena sinar matahari sangat cantik. Sayang sekali saat itu masih dalam tahap renovasi, mungkin lain kali bisa mampir lagi hehehe.

Gedung belakang yang masih asli
Kami lanjutkan jalan ke gedung belakang, gedung ini masih asli dan tampak sangat menyeramkan dengan lorong-lorong gelap dan cat dinding yang mengelupas. Saat masuk rasanya adem, hmm mungkin bukan adem yaa tapi lebih tepatnya lembab. Untuk saya ga sensitif jadi ya cuek aja walaupun agak merinding sedikit di beberapa tempat, hehehehe.

Spooky
Pertama masuk Mas Lurik menunjukkan saya pintu menuju ke penjara bawah tanah. Saya sempat melongok ke dalam, terdapat air yang menggenang. Ternyata ruang bawah tanah ini memang sengaja diisi air sebetulnya berfungsi sebagai pendingin gedung karena Semarang kota pesisir dengan udara yang panas. Belanda membangun ini memang sangat terencana dan kokoh, ya mungkin memang pada jaman dulu Belanda berpikir akan lama berada di Indonesia. Buktinya sampai saat ini masih banyak sekali bangunan sisa penjajahan Belanda yang masih bagus dan berdiri kokoh.

Pintu masuk ruang bawah tanah, berani masuk?
Oiya ruang bawah tanah ini berubah fungsi mejadi penjara bawah tanah pada saat masa penjajahan Jepang, sadis ya langsung berubah fungsi jadi menyeramkan. Sebetulnya nantinya akan ada wisata bawah tanah, jadi wisatawan akan dikasih sepatu bot dan senter tapi saat itu masih ditutup karena sedang direnovasi total. Hmm, kalaupun sudah dibuka terima kasih lah saya tidak minat, hiiiii.

Kami pun beranjak ke lantai 2, Mas Lurik bercerita bahwa ada 2 cara menghitung jumlah pintu, kalau Belanda menghitung berdasarkan jumlah daun pintu dan itu tidak sampai seribu. Tetapi orang Jawa menghitung berdasarkan jumlah lipatan di engsel pintu, kira-kira satu pintu ada empat lipatan, Nah, jumlah inilah yang jika ditotal ada seribu lebih. Oleh sebab itulah bangunan ini disebut Lawang Sewu. Jumlah pintu yang sangat banyak ini pun membuat sirkulasi udara lebih baik sehingga udara lebih sejuk.

Seribu pintu
Tengah ruangan dibelah oleh lorong pintu yang jika dilihat memang pintu lorong ini mirip dengan pintu yang ada di gerbong kereta. Lanjut ke arah belakang ada area yang ditutup karena atapnya sudah rapuh dan lapuk. Di belakang ada aula panjang, yaitu satu-satunya ruangan luas disini. Pada jaman Belanda ruangan ini sering dipakai untuk party, mereka sangat senang sekali party. Setelah jaman penjajahan, gedung ini sempat dipakai ABRI untuk basecamp dan aula ini dipakai untuk barak tentara.

Mirip di dalam gerbong kereta
Di depan aula ada beranda yang menghadap tanah luas berilalang. Di bawahnya terdapat parit kecil, konon jaman dulu parit ini dalamnya hingga 2 meter dan dijadikan tempat pembuangan mayat pada masa penjajahan Jepang. Mayat-mayat yang dibuang disini akan langsung mengalir ke laut makanya tidak bau. Oleh sebab itulah di muara sungai sering ditemukan mayat-mayat bergelimpangan.  *merinding*

Tempat party Wong Londo
Tempat pembuangan mayat *doh*
Kami lanjutkan explore ada tangga lagi ke lantai 3, looh saya pikir bangunan ini hanya 2 lantai tapi mengapa ada lantai lagi di atas. Ternyata lantai ketiga sebetulnya tidak digunakan untuk ruangan, hanya berfungsi sebagai ceiling penahan panas agar lantai 2 dan 1 tetap adem. Ruangannya sangat luats tapi rasanya lebih panas dibandingkan dibawah karena atapnya langsung pakai genteng. Saat jaman penjajahan Jepang, ruangan ini dipakai untuk gudang senjata dan amunisi. Saat dipakai oleh ABRI ruangan ini sebagai aula tempat pertemuan dan pergelaran wayang juga dijadikan tempat olahraga, oleh sebab itu masih ada sisa cat di lantainya berbentuk lapangan bulu tangkis dan di ujung ruangan terdapat panggung kecil sebagai tempat hiburan. Di dekat panggung banyak sekali kalelawar jadi agak tercium bau menyengat. Di ujung ruangan ada tangga permanen dari besi yang berfungsi untuk benerin genteng. Hmm, sangat terencana.

Tangga menuju "Lantai 3"
Luas banget ya
Di lantai 1 gedung belakang ini ada pameran foto, terlihat beberapa foto bahwa Lawang Sewu sempat beberapa kali digunakan untuk event besar semacam gala dinner maupun acara pertunjukan di pelataran untuk program Visit Jateng. Terbayang ritual sebelum pelaksanaan eventnya, hehehe. Juga ada satu foto yang membuat saya cukup merinding, yaitu foto seorang pribumi yang sedang menjajakan asongannya sambil berlutut di depan Belanda. Harus berlutut mencerminkan kesenjangan sosial yang sangat luar biasa antara pribumi dan Belanda pada masa itu.

Pribumi berlutut menjajakan asongannya
Di depan gedung depan terdapat lokomotif yang awalnya saya pikir replika, ternyata lokomotif betulan. Dulu di simpangan Tugu Muda adalah perlintasan kereta api atau trem yang merupakan jalur logistik. Pada oleh Ir. Soekarno dibongkar karena jika dibiarkan akan terjadi kemacetan parah. Di depan loko terdapat Tugu Serangan Umum 1 Maret. 

Loko, lokal dan saya
Explore lagi di samping gedung terdapat sumur yang konon kedalamannya mencapai 1 km dan alhamdulillah sampai hari ini airnya masih melimpah. Sumur ini memang dibuat diperuntukan kebutuhan air di gedung ini. Di dekat sumur adalah toilet yang pertama kali saya sempat mampir dan ternyata toilet ini masih asli belum dipugar sedikit pun. Pantas saja heuheu. Dari luar, interior toilet ini terlihat menyerupai wajah.

Toiletnya belum dipugar sama sekali
Toilet merupakan tugas akhir dari Mas Lurik, saya pun berterima kasih banyak karena sudah ditemani berkeliling dan dijejali ilmu sejarah. Saya menyerahkan selembar Rp.50.000 dan pamit berkeliling lagi untuk sholat dan foto-foto bangunan. 

Temaram lampu di Lawang Sewu menjelang malam
Hari mulai sore dan sepi, udara semakin dingin dan jujur saja suasana semakin seram terutama di gedung belakang yang belum dipugar. Saya pun melangkahkan kaki keluar mencari makanan hangat, bakso gerobak adalah pilihan utama. Saya pun menghabiskan sore itu dengan semangkuk bakso sambil menikmati keramaian alun-alun Tugu Muda dan berbincang dengan Bapak Penjual Bakso. Hari mulai gelap, Lawang Sewu pun tampak semakin cantik ketika lampu-lampunya mulai dinyalakan.

Foto : Dokumentasi pribadi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar