Saya memutuskan untuk keliling kota di hari terakhir di Surabaya, pilihan saya jatuh pada tur gratis yang ditawarkan oleh House of Sampoerna, bernama Sampoerna Heritage Track (SHT). Jadi, pengunjung akan diajak berkeliling kota mengunjungi berbagai tempat bersejarah menggunakan bus pariwisata ditemani seorang pemandu dan tidak dipungut biaya sepeser pun. Sungguh luar biasa sekali perusahaan rokok ini, sangat mensupport tidak hanya bidang pendidikan tapi juga pariwisata dan sejarah. Sebelum ke House of Sampoerna saya menyempatkan mampir ke salah satu depot Sambal Bu Rudy, cukup berjalan kaki sekitar 800 m dari penginapan. Sebetulnya saya tidak terlalu menggandrungi sambal, namun karena banyak permintaan dan penasaran juga untuk mencicipi saya membeli beberapa botol untuk buah tangan.
Dijemput driver Gojek saya meluncur menuju House of Sampoerna dan bergegas untuk mendaftar tur pagi SHT, sayangnya saya tidak kebagian untuk tur pagi ini karena sudah penuh, satu pengunjung di depan saya adalah kursi kuota terakhir, hiks. Saya akhirnya mendaftar tur untuk pukul 13.00 dan diharapkan sudah hadir setengah jam sebelumnya. Ternyata seluruh pegawai yang meng-handle program SHT ini berikut bus yang digunakan untuk keliling kota berasal dari salah satu anak perusahaan tempat saya bekerja, hehehe, masih menang tender ternyata.
![]() |
Mural di sepanjang dinding luar Penjara Kalisosok |
Setelah menitipkan barang bawaan dan berjanji untuk datang kembali pukul 13.00, saya pamit untuk berkeliling sekitar kota tua dengan berjalan kaki melalui jalanan belakang bekas penjara Kalisosok menuju Jembatan Merah. House of Sampoerna memang terletak di belakang penjara Kalisosok yang saat ini sudah tidak lagi digunakan sebagai penjara, namun agar mengurangi keangkeran dan menambah nilai estetika, dinding luar penjara digambarkan mural yang indah. Sponsor mural ini adalah pihak House of Sampoerna. Konon, penjara ini merupakan salah satu penjara tersadis dan terangker yang pernah ada, banyak sekali penyiksaan yang terjadi di dalamnya baik pada masa penjajahan Belanda, Jepang, hingga masa Orde Baru, masa suram bagi para tahanan politik. Bangunan ini kini menjadi bangunan cagar budaya, namun sempat terdengar bahwa akan diambil alih oleh swasta dan akan dijadikan hotel. Hmmm, ada yang mau menginap?
![]() |
Di salah satu sisi terlihat menara pantau |
Saya melanjutkan berjalan kaki menyusuri trotoar hingga ke Museum Bank Indonesia. Di Jakarta pun ada museum serupa dan lebih lengkap, tapi tidak ada salahnya untuk berkunjung. De Javasche Bank atau Bank Indonesia yang berlokasi di Surabaya ini merupakan kantor cabang yang dibuka pada 14 September 1829. Bangunan-bangunan bekas De Javasche Bank di beberapa kota memang saat ini dijadikan sebagai museum, sehingga kita bisa menemukan Museum Bank Indonesia tidak hanya di Jakarta dan Surabaya, tetapi di beberpa kota lain seperti Padang, Semarang dan Makassar.
Bangunan ini terdiri atas 3 lantai, pintu masuk berada di lantai bawah yang ternyata merupakan ruangan bawah tanah. Setelah pintu masuk kita akan menemukan koleksi mesin-mesin besar terkait perbankan, seperti mesin kliring, mesin pemilah uang palsu dan uang asli, hingga mesin penghancur uang yang tidak layak edar. Ruangan bawah tanah ini merupakan bekas brankas uang dan emas pada jaman dulu yang dilengkapi dengan "teknologi CCTV "berupa cermin besar di setiap sudut di luar kamar brankas. Saya pun ditemani berkeliling dengan salah satu pegawai museum dan dijelaskan sejarah serta isi setiap sudut museum. Cukup takjub juga dengan bagaimana cara bekerja "teknologi CCTV" jaman dahulu, sederhana namun berguna dan bekerja dengan baik. Di dalam ruangan brankas ini dipamerkan berbagai koleksi mata uang dari jaman ke jaman, terdapat pula emas seberat 13 kg yang konon katanya emas batangan tersebut asli.
![]() |
Bekas ruang kerja yang kini tampak kosong |
![]() |
Loket transaksi, ada yang berpintu ada yang tidak |
![]() |
Pintu masuk utama |
Lantai kedua cenderung kosong dan pada jaman dahulu digunakan sebagai meja kerja, di sisi depan terdapat pintu putar dari besi yang saat saya dorong sangat berat sekali. Pintu inilah yang menjadi pintu masuk bagi para nasabah. Di sisi kiri ruangan terdapat loket-loket yang terbuat dari kayu jati yang dilengkapi dengan jeruji-jeruji besi yang dilengkapi pintu dan kunci. Jadi, setiap nasabah yang akan melakukan transaksi setor maupun pengambilan tunai harus masuk ke dalam jeruji besi dan sebelum melakukan transaksi harus mengunci pintu terlebih dahulu dan kuncinya harus dimasukkan ke dalam kantong. Hal ini dilakukan sebagai tindakan pengamanan karena pada jaman Belanda tidak ada petugas keamanan. Pemandu pun mohon pamit karena ada tugas lain.
![]() |
Tangga besi menuju lantai ketiga |
![]() |
Bekas ruang arsip yang tampak kosong dan spooky |
Saya penasaran dengan lantai ketiga, terdapat tangga menuju ke atas dekat dengan loket transaksi. Saat naik, udara panas mulai menyeruak ternyata langsung berhadapan dengan atap dan tidak ada AC. Dari petunjuk seharusnya ruangan ini digunakan untuk ruang penyimpanan arsip, tapi saat ini melompong kosong dan tidak digunakan sama sekali. Terasa sedikit hampa dan spooky, saya tidak berlama-lama di atas dan langsung bergegas turun untuk melanjutkan perjalanan berkeliling kota penuh sejarah ini.
Foto :
Dokumentasi Pribadi
museum BI-nya bersih dan terawat
BalasHapussepi banget tapinya ... malas kalau kluyuran sendiri disini :)
Hehe iyaa sepi banget dan koleksinya ga begitu banyak dan selengkap di Jakarta, saya juga gak betah lama-lama sendirian disana hahaha..
Hapus