Sabtu, 05 Maret 2016

Surabaya - Hutan Mangrove Wonorejo & Insiden Ojek Pangkalan

Berlokasi di daerah Wonorejo Timur, memang tidak ada transportasi umum menuju kawasan wisata ini, lokasi sangat terpencil dan berada di ujung jalan, maklum saja muara sungai. Namun terlhat banyak sekali bangunan perumahan elit yang baru saja dibangun tidak jauh dari Hutan Mangrove. Driver Gojek bernama pak Mujiono pun menawarkan untuk menjemput kembali jika saya kesulitan mendapatkan kendaraan untuk pulang, ah alhamdulillah beruntungnya saya. Walaupun sendiri, saya tidak pernah berjalan sendiri, selalu menemukan orang-orang asing yang siap membantu, bahkan orang asing yang suatu saat mungkin tidak lagi menjadi asing.

Muara laut sisi timur Pulau Jawa
Terdapat gapura masuk yang menyambut pengunjung datang, lahan parkir dan taman-taman yang beberapa lokasi tampak sedang dalam proses dirapikan. Track kayu yang lebih rapi dan cantik terbentang panjang dekat pintu masuk, namun saya belum tertarik. Saya melangkah mantap mencari lokasi hutan mangrove sebenarnya, tentu saja saya akan melakukan susur sungai kembali. Kebetulan siang itu cenderung sepi, untuk naik perahu pengunjung membayar Rp. 25.000 dan harus menunggu hingga minimal 8 orang untuk bisa berangkat.

Persebaran hutan mangrove sisi timur Pulau Jawa
Saya pun menunggu sekitar 20 menit di ruang tunggu dermaga yang tampak lebih rapi dan teratur daripada Gunung Anyar. Akhirnya perahu pun datang, lebih bagus dan lebih besar, mesinnya pun lebih cepat, di atas perahu tergantung life vest yang bisa digunakan oleh pengunjung. Sebetulnya jika melihat aturan, setiap pengunjung diwajibkan menggunakan life vest, namun kali itu tidak satu pun dari kami menggunakan, petugas pun tidak memberikan instruksi agar pengunjung menggunakan.

Ruang tunggu dermaga perahu
Perahu melaju, sungai yang kami lewati lebih besar daripada sungai di Gunung Anyar, hanya saja terlihat lebih bersih dan tidak banyak sampah, mungkin juga sudah banyak yang tersangkut di akar mangrove di muara. Burung-burung tidak terlalu banyak tampak beterbangan, hanya beberapa saja, tidak sebanyak di Gunung Anyar. Sampai di muara, perahu memutar arah dan menepi di dermaga pos pantau hutan mangrove. Tampak banyak sekali rombongan anak-anak SD yang menanti perahu kami, mungkin untuk kembali pulang. Untuk kembali ke dermaga pemberangkatan, pengunjung memang harus menunggu hingga ada perahu yang datang. BIsa lama, bisa juga cepat tergantung dari kepadatan jumlah pengunjung. Menurut penjaga loket biasanya pengunjung lebih padat di hari Minggu daripada hari Sabtu.

Perahu berlayar mengarungi sungai
Sampai di dermaga pantau saya tak sabar untuk menjelajah ke dalam hutan mangrove, yang walaupun siang itu cukup terik tapi karena rimbunnya pepohonan bakau membuat udara Surabaya terasa lebih sejuk. Track pejalan kaki terbuat dari anyaman bambu terbentang panjang, di kiri dan kanannya tumbuh dengan rimbun pepohonan bakau yang di akarnya banyak sekali sampah plastik yang tersangkut. Siang itu sangat sepi, bahkan walaupun datang bersama 8 orang lainnya saya merasa seperti berada sendirian di tengah hutan bakau yang cukup luas.

Pengunjung menanti perahu kami untuk kembali pulang

Selamat datang di pos pantau!
Di ujung sisi pantai terdapat sekitar 3 gazebo besar terbuat dari bambu yang menghadap ke laut, tiap gazebo ini dibangun oleh sponsor perusahaan swasta. Saya mampir ke salah satu gazebo bernama Cupu Manik Astagina. Angin pantai mengibas jilbab saya, sejuk. DI gazebo saya bertemu 1 keluarga dan sepasang kekasih yang merupakan rombongan perahu ketika saya berangkat. Sempat berbincang dengan 1 keluarga yang ternyata berasal dari Jakarta dan sedang ada keperluan untuk mengurus studi putri mereka di salah satu universitas swasta di Surabaya. Tak lama mereka pun pamit untuk berjalan-jalan ke dalam hutan, seiring itu pun sepasang kekasih yang lain juga turut pergi. Tinggal saya sendiri duduk di gazebo, di tengah hutan antah berantah, di tepian laut pesisir timur Pulau Jawa. Memutar musik, menatap laut dan menghirup nafas panjang. Terkadang, seorang ambivert memang membutuhkan suasana seperti ini, sepi menyendiri. Semilir angin berhembus, saya bersandar dan memejamkan mata, merenung dan menikmati setiap detak jantung, bersyukur atas segala yang telah Allah berikan hingga saat ini. Alhamdulillah.

Syahdu!
Gazebo Cupu Manik Astagina

I'm alone!

Rimbunnya pepohonan bakau
Awan mendung sudah mulai bergelayut, sekitar 30 menit sudah saya habiskan di gazebo, saatnya kembali ke dermaga untuk pulang. Sebetulnya saya belum punya rencana akan pergi kemana setelah ini karena sepertinya cuaca tidak begitu mendukung dan lokasi pun cukup jauh dari kota sedangkan waktu saya terbatas. Di dermaga pandang saya menanti datangnya perahu yang akan menjemput kami, saya bertemu lagi dengan orang-orang yang sama ketika saya datang, 1 keluarga, sepasang kekasih dan kakak-beradik. Sekitar 1 jam kami menghabiskan waktu menunggu perahu di dermaga, cukup lama, beruntung hujan belum kunjung turun. Perahu melaju mengantar kami untuk kembali ke dermaga pemberangkatan, setelah "Say Goodbye" dengan beberapa orang yang saya sempat ajak berbincang, saya melangkahkan kaki untuk beristirahat sejenak, membasuh muka, sholat dan mengisi perut yang sudah mulai meronta. Seporsi lontong kupang hangat pun dengan cepatnya masuk mengisi perut. Langit semakin menggelap, track kayu di dekat gerbang utama yang siang itu walaupun mendung dan hujan rintik-rintik masih cukup ramai oleh pengunjung yang asyik berfoto. Tampak juga beberapa pasang kekasih sedang melakukan pre-wedding photo session.

Lokasi yang sering dijadikan tempat photo session
Hujan pun turun, saya berlari ke arah aula untuk berteduh, duduk bersandar di tiang aula, mendengarkan musik dan bermain dengan seekor kucing liar. Sebetulnya hujan turun tidak terlalu lama, hanya saja tubuh rasanya malas sekali untuk beranjak. Hingga hari mulai sore, pengunjung satu per satu pulang dan kawasan sudah mulai sepi. Saya menelpon Bapak Gojek untuk minta dijemput dan diantarkan ke kota. Tujuan saya berikutnya adalah Mall Royal, hahaha sungguh tidak ada ide dengan cuaca seperti ini. Pak Mujiono pun dengan sigap datang menjemput dan mengantarkan saya ke tujuan, tanpa aplikasi dan katanya ongkosnya terserah saja, hmm kalimat yang selalu membuat saya kebingungan. Setelah menyerahkan sejumlah uang dan berterima kasih, saya pun eksplorasi lokasi beikutnya, Mall! Hahahaha.

Met this little cute guy, kucing suroboyo.
Bosan dengan mall yang dimana-mana pun isinya sama, saya beranjak pulang, ingin mengistirahatkan badan yang tampak sudah mulai lelah. Jika melihat Google Maps, jarak ke penginapan hanya 5 km, cukup dekat. Gagal memesan ojek melalui aplikasi karena sinyal yang tiba-tiba hilang, akhirnya saya naik ojek pangkalan di depan Mall Royal. Sebut saja Pak Ali yang mengantarkan saya pulang malam itu, negosiasi harga pertama beliau menawarkan dengan harga tinggi, saya cukup kaget karena yang saya tahu lokasi penginapan tidak begitu jauh, mahal sekali ojek tanpa aplikasi ini. Setelah deal di harga tengah dan tidak mau bernegosiasi panjang karena sudah cukup lelah akhirnya mtor pun meluncur di derasnya hujan Surabaya malam itu dan menembus kemacetan Jalan Sudirman. Sebetulnya saya agak bingung mengapa Pak Ali memilih jalan ini ke arah selatan, padahal seingat saya lokasi tujuan saya ke arah utara. Sekali lagi saya menaruh percaya kepada warga lokal yang pastinya lebih tahu seluk beluk jalanan Surabaya.

Pak Ali senang sekali bercerita, tidak berhenti sepanjang perjalanan. Pada awalnya saya agak sedikit terganggu, terutama ketika beliau bercerita panjang lebar sambil mengisap rokok di tangan kiri sambil berkendara. Asapnya mau tidak mau harus terbang ke arah muka saya. Tapi ya, tidak ada salahnya mendengarkan, mungkin hanya mau berbagi, yang akhirnya saya dengarkan dengan seksama. Beliau bercerita mengenai kiprahnya sebagai tukang ojek pangkalan, ketika semua orang di Mall Royal sudah hapal dengannya, sudah banyak sekali langganannya bahkan dari luar kota banyak sekali yang minta ditemani jika datang ke Surabaya. Cerita panjang Pak Ali menyadarkan saya bahwa jalan yang kami lalui menjadi sangat jauh, 5 km tampaknya tidak sejauh itu. Sampai suatu ketika saya melihat plang jalan bertuliskan "Waru, Sidoarjo". Blaaaaaar!!! Rute ini sudah menyimpang jauh dari tujuan, saya pun komplain dan Pak Ali baru sadar ternyata salah mengira tujuan saya, ah pantas saja harga pertama yang ditawarkan sangat tinggi, ternyata Pak Ali salah alamat, yassalam. 

Kondisi hujan lebat di malam hari dengan tubuh yang sudah mulai lelah, marah pun saya sudah tidak bisa. Akhirnya malam itu saya betul-betul keliling kota Surabaya selama kurang lebih 1,5 jam hahahaha. DItambah dengan insiden tabrakan ringan dengan motor yang tiba-tiba berbelok mendadak, yang membuat kaki saya lebam hingga seminggu, sungguh penutup hari yang luar biasa. Pukul 8 malam akhirnya saya tiba di penginapan, beristirahat dari petualangan seharian yang luar biasa. Terkadang, ketika tubuh sudah sangat lelah, tidur malah menjadi sesuatu yang sulit dilakukan dan malam itu saya baru bisa tertidur lewat tengah malam, alhamdulillah untuk satu hari yang luar biasa.

Foto :
Dokumentasi Pribadi

2 komentar:

  1. baru tahu kalau surabaya juga punya wisata hutan mangrove
    sepetinya lebih bersih daripada yang di jakarta

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya malah belum pernah main ke hutan mangrove yang di Jakarta, hehe. By the way terima kasih sudah mampir ke blog saya. Blog bersapedahan keren mas, keep it up dan salam kenal..

      Hapus