Rabu, 25 Desember 2013

Punggung Saya Offside :D

Memasuki musim penghujan udara Bogor semakin dingin, tidak heran jika betapa nikmatnya berada di bawah pelukan selimut dan kasur. Bulan Desember lalu saya baru saja menjalani kegiatan medical checkup yang wajib dilakukan di kantor setiap tahun. Sebuah benefit yang lumayan untuk para karyawannya mengecek kesehatan secara gratis. Terkadang kita memang tidak begitu memperhatikan kondisi kesehatan kita untuk dicek secara berkala, terlebih biaya yang dikeluarkan pun tidak murah. 

Tidak berapa lama, hasil medical checkup saya pun dikirimkan, alhamdulillah untuk cek laboratorium hasilnya normal semua, hanya ada beberapa catatan untuk darah ternyata saya anemia hehehe harus rajin makan sayuran hijau dan buah-buahan nih. Saya pun disarankan untuk cek kondisi mata karena sepertinya kacamata yang saya gunakan sudah tidak sesuai porsi minus dan slindrisnya. Catatan lainnya adalah saya disarankan agar makan tidak terlalu terburu-buru karena saya mengidap dydpepsia, ya secara mudahnya istilah untuk perut kembung dan begah.

Selain hasil laboratorium saya tidak terlalu memperhatikan hasil rontgen dan catatan mengenai vertebrata sampai teman kantor saya menyadarkan bahwa foto rontgen vertebrata saya agak miring. Ternyata saya skoliosis ringan, buru-buru saya cari di internet mengenai skoliosis dan penanganannya.

Menurut wikipedia indonesia :
Skoliosis adalah kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang belakang. Sebanyak 75-85% kasus skoliosis merupakan idiofatik, yaitu kelainan yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan 15-25% kasus skoliosis lainnya merupakan efek samping yang diakibatkan karena menderita kelainan tertentu, seperti distrofi ototsindrom Marfansindrom Down, dan penyakit lainnya. Berbagai kelainan tersebut menyebabkan otot atau saraf di sekitar tulang belakang tidak berfungsi sempurna dan menyebabkan bentuk tulang belakang menjadi melengkung.

Hanya ilustrasi
Semakin saya cari informasi di internet, semakin saya ngeri akan dampak dan penanganannya yang repot. Ada yang perlu fisioterapi, menggunakan korset besi untuk menunjang tulang belakang bahkan sampai ada yang perlu operasi untuk mengoreksi lokasi tulang yang bengkoknya sudah sangat parah. Tentunya biaya penangannya sangat mahal, heuheuheu.

Di akhir minggu saya pun langsung mengkonsultasikan ke ahlinya, Dr. Nurjaya Yudya di Poliklinik Afiat PMI. Pertama kali bertemu Dr. Nurjaya hanya mengamati hasil rontgen saya dan beberapa kali mengecek kondisi punggung yang ternyata memang tidak simetris, sisi kanan lebih menonjol dibandingkan sisi kiri. Dokter pun menanyakan mengenai keluhan yang dirasakan dan kebiasaan yang dilakukan. Ada beberapa kemungkinan, saya pernah jatuh terduduk saat SD dan tak ragu saya pun tanyakan langsung. Dokter mengatakan jika jatuh tidak sampai menyebabkan skoliosis, sepertinya memang lebih disebabkan oleh kebiasaan, entah kebiasaan duduk, tidur maupun menggunakan tas yang berat hanya di satu sisi. Akhirnya dokter pun menyarankan saya untuk rontgen lanjutan khusus untuk vertebrata untuk melihat derajat kemiringan tulang belakang saya.

Saya pun meluncur ke ruang radiologi, foto dilakukan sebanyak 3 kali, pertama posisi lurus dan yang berikutnya posisi badan miring ke kiri lali ke kanan seperti pemanasan dengan tangan di pinggang, hehehe. Satu minggu kemudian saya pun kembali ke Dr. Nurjaya dengan membawa hasil radiologi. Setelah dicek ternyata derajat kemiringan skoliosis saya 25 derajat dan masuk kategori menengah. Hmm, bukan ringan ternyata.

Sedikit panik, Dr. Nuraya menawarkan saya untuk pakai korset khusus namun dijelaskan bahwa korset itu tidak membuat tulang belakang kembali lurus, hanya saja untuk menjaga posisi duduk atau berdiri agar tulang belakang tidak semakin miring. Saya menolak untuk pakai karena terlihat tidak nyaman, terlebih membuat penampilan tidak bagus karena terlihat menonjol di pakaian. 

Dokter pun menambahkan saya sudah masuk di usia dimana tulang belakang sudah tidak lagi tumbuh, jadi kemungkinan bengkok tidak akan terlalu parah hanya saja saya memang harus menjaga kebiasaan duduk dan berdiri. Alhamdulillah saya tidak perlu memakai korset. Saran dari dokter saya harus sering latihan dan stretching bagian punggung, bisa dilakukan dengan yoga pakai bola. Kemudian ketika tidur posisi punggung kanan (sisi yang lebih menonjol) harus diganjal bantal. Terakhir rutin berenang karena berenang membantu untuk mengoreksi bentuk badan agar tetap tegap dan lurus.

Tetap semangat dan rajin berolahraga!
Caiyo..

Selasa, 24 Desember 2013

Mencari Jalan Pulang #CeritaNebeng via @nebengers

Kali ini saya akan bercerita mengenai pengalaman tebeng-menebeng. Sejak Desember 2012 saya bergabung dalam satu komunitas berbagi bangku kosong, sebuah komunitas luar biasa yang menjadikan kegiatan tebeng-menebeng sebagai lifestyle yang seru dan menyenangkan, yaitu @nebengers.

Di tahun ini @nebengers berulang tahun yang kedua, komunitasnya semakin besar dan mudah-mudahan bisa semakin menginspirasi. Di usianya yang kedua ini @nebengers membuat buku mengenai pengalaman-pengalaman unik dari para anggotanya ketika tebeng menebeng. Semuanya tertuang di buku yang berjudul #CeritaNebeng, kebetulan sudah banyak dijual di toko buku, ayo pada beli, hehehe..

Penampakan buku #CeritaNebeng
Kontributornya tentu aja para anggotanya yang luar biasa, termasuk saya, hehehe, Berikut #CeritaNebeng dari saya, silakan disimak.

===========================================================
Mencari Jalan Pulang

Di pagi yang mendung saya melangkahkan kaki keluar rumah untuk pergi ke kantor di daerah sunter Jakarta Utara. Biasanya saya pulang pergi dengan menggunakan bis umum dari terminal bis Baranang Siang Bogor. Tapi tak biasa kali ini saya mencoba moda transportasi lain, yaitu commuterline. Seperti halnya rekan kerja yang biasa menggunakan commuterline dan dapat mempersingkat waktu perjalanan menuju kantor. Saya pun penasaran untuk menggunakan commuterline. Maklum saja perjalanan menggunakan bis melalui tol bisa menghabiskan waktu 2 hingga 2,5 jam karena sangat macet. Anggap saja pada hari itu saya trial agar bisa mengambil pertimbangan moda transportasi apa yang terbaik yang bisa saya gunakan pulang pergi Jakarta-Bogor.

Setelah bertanya dengan rekan kerja mengenai informasi dimana saya harus turun dan angkutan apa yang harus saya tumpangi setelah naik commuterline, saya pun berangkat dengan mantap. Ini kali pertamanya saya berangkat ke kantor Sunter menggunakan commuterline. Sekitar satu jam sampailah saya di stasiun Cawang dan tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, hampir seluruh badan saya basah walaupun sudah pakai payung. Sebetulnya sempat agak ragu dan terpikir apakah harus melanjutkan perjalanan ke kantor, menunggu hujan reda atau kembali pulang. Karena perasaan saya kurang enak dengan hujan yang turun kali ini. Sangat deras.

Dari Stasiun Cawang saya harus melanjutkan perjalanan dengan bis kecil ataupun omprengan menuju Sunter. Sebetulnya saya kurang tahu bis atau omprengan menuju sunter mudah ditemui atau tidak. Tapi yang jelas pagi itu rasanya sulit sekali mendapatkan keduanya. Sejam sudah saya menunggu dan hujan pun tak kunjung berhenti bahkan malah bertambah deras.

Disaat menunggu bis, saya pun mendapat kabar dari rekan kerja bahwa sebaiknya tak perlu melanjutkan perjalanan ke kantor karena hujan sangat deras dan kawasan kantor berpotensi banjir. Saat itu sebetulnya kawasan kantor baru tergenang saja dan masih dapat dilewati kendaraan bermotor. Walaupun ragu untuk melanjutkan, tapi saya berpikir sudah sampai sejauh ini tanggung sekali kalau pulang. Akhirnya setelah menunggu lama dan berebut dengan penumpang lain, saya naik bis kecil untuk melanjutkan perjalanan dari Cawang menuju Sunter.

Bis yang saya tumpangi sangat penuh dan berdesakan, saya pun berdiri di dekat pintu keluar. Kondisi di dalam bis sangat pengap. Sampai tak berapa lama bis melaju, tiba-tiba bis berhenti. Sepertinya macet total akibat hujan yang sangat deras, tetapi ketika saya melihat ke arah luar, ternyata jalanan sudah tergenangi air hingga selutut orang dewasa. Ternyata sudah banjir. Saya pun mendapat informasi dari rekan kerja bahwa hari itu kantor mendadak diliburkan karena kawasan kantor sudah tidak dapat dilalui karena kondisi banjir yang cukup tinggi.


Banjir Jakarta 2013
Wah, saya pun bingung mau ke kantor tidak bisa pulang pun tidak bisa karena terjebak di dalam bis yang berhenti. Turun bis pun sulit dengan kondisi jalan yang tergenang seperti itu. Saya hanya bisa pasrah sampai saya menemukan lokasi untuk turun dan mencari transportasi untuk pulang.

Singkat cerita dua jam sudah perjalanan saya lalui dari cawang hingga masuk tol wiyoto wiyono. Bis tidak bisa turun ke jalan non tol karena banjir. Alhasil saya hanya bisa diam di bis dan tidak bisa turun, padahal bis yang saya tumpangi sudah masuk kawasan sunter. Bahkan gedung kantor pun terlihat dari balik jendela bis. T.T

Dalam keadaan seperti itu saya menceritakan kondisi melalui group whatsapp nebengers #teambogor. Dengan baik hati mereka memberikan solusi-solusi agar saya bisa pulang. Tak terasa sudah sampai di daerah Plumpang, beberapa orang nekat turun dari bis dan menerobos jalanan non tol yang digenangi air. Saya pun ikut turun karena berpikir siapa tahu ada jalan untuk pulang dari daerah Plumpang. DI tengah hujan yang masih deras saya pun terdiam di sisi tol, bingung mau ke arah mana. Sejujurnya saya tidak tahu jalan dan orang-orang yang turun dari bis bersama saya semua tampak tergesa-gesa. Namun ada 2 orang yang sepertinya sama-sama kebingungan seperti saya, tak ragu saya pun menghampiri mereka dan bertanya menuju manakah mereka.

3 orang kebingungan berdiri di pinggir tol di tengah hujan deras, haha itulah kami. Ternyata 2 orang itu pun sedang mencari jalan pulang, kebetulan mereka pulang ke arah Depok.  Waah kebetulan sekali setidaknya masih searah dengan rumah saya di Bogor. Kami pun mengobrol dan berdiskusi bagaimana caranya bisa pulang dengan kondisi terjebak seperti itu.

Di tengah hujan, tiba-tiba sebuah mobil berhenti menghampiri kami. Pemilki mobil seorang ibu membuka kaca jendela dan mengajak kami untuk masuk. Sebut saja Ibu Rika, beliau bertanya kemana arah yang kami tuju. Kami ke arah selatan sedangkan ibu Rika ke arah Utara. Walaupun berbeda arah Ibu Rika tetap mengajak kami ikut ke dalam mobilnya, setidaknya untuk berteduh sejenak karena hujan masih sangat deras.

Dalam kondisi seperti itu kami pun tidak ragu untuk masuk, dengan baik hati ibu Rika mengajak kami berbincang dan menawarkan cemilan untuk mengisi perut. Baik sekali beliau ini, padahal kami tidak saling mengenal. Padahal bisa saja salah satu di antara kami bertindak criminal. Saya pun bertanya pada IBu Rika kenapa beliau mau mengajak kami padahal tidak kenal sama sekali. Beliau bilang berpikir saja positif, niat baik pasti berbalas. Beliau juga katanya tidak tega melihat kami berdiri di tengah hujan di pinggir tol. Murah hati sekali. Kami pun sangat berterima kasih kepada Ibu Rika.

Kami pun saling bercerita  sambil mobil melaju ke arah utara. Tak berapa lama mobil terhenti karena jalanan di depan yang agak menurun sudah tergenang air dan tidak bisa dilewati oleh mobil. Mobil ibu Rika pun menepi, kami semua pun bingung dan hanya bisa pasrah menunggu air di depan surut. Di saat sedang berbincang mobil yang posisinya tepat di depan kami dengan tiba-tiba membanting stir ke kanan, tak disangka mobil kami melintas pembatas jalan (kebetulan pendek) dan putar balik ke arah selatan. Ibu Rika yang tahu kami pulang ke arah selatan langsung mengklakson mobil di depan dan berteriak untuk bertanya akan ke arah manakah mobil itu. Ibu Rika menyarankan kami untuk ikut mobil tersebut siapa tahu bisa menumpang sampai daerah terdekat.

Ternyata mobil itu menuju arah selatan tepatnya di Taman Mini, sebut saja Bapak Sungko pemilik mobil tersebut. Kami pun tidak ragu untuk bertanya apakah Pak Sungko bersedia menebengi kami yang kebetulan membutuhkan tumpangan ke arah selatan. Walaupun pada awalnya agak ragu pada akhirnya Pak Sungko bersedia. Setelah mengucapkan terima kasih atas kebaikan hati Ibu Rika kami bertiga pun melaju ke arah selatan dengan menumpang mobil Pak Sungko. Setidaknya sampai taman mini pun sudah syukur Alhamdulillah, saya bisa melanjutkan perjalanan ke Bogor dari sana menggunakan bis atau taxi. Di tengah perjalanan ponsel saya berdering, ternyara telepon dari salah satu rekan nebengers #teambogor. Dia menanyakan keadaan saya dan bilang bahwa saat dia dan 2 orang #teambogor sedang berada di kawasan rest area cibubur dan bisa menebengi saya sampai Bogor. Alhamdulillahirabilalamin betul-betul rejeki untuk saya sepertinya. Kami berjodoh!^^

Tak lama mobil Pak Sungko pun sampai di rest area taman mini, kami bertiga turun dan mengucapkan banyak terima kasih kepada Pak Sungko yang bersedia memberikan tumpangan kepada kami. Dari rest area taman mini saya melanjutkan perjalanan ke rest area Cibubur menggunakan taxi sedangkan 2 orang yang tadi ikut dengan saya kebetulan sudah mendapatkan tumpangan lain ke arah depok. Alhamdulillah.

Sampai di rest area Cibubur saya pun akhirnya berjumpa dengan 3 orang #teamBogor dan rasanya sanga senang sekali. Betul-betul kebetulan yang tidak terduga. Alhamdulillah pada hari itu saya bisa pulang sampai rumah dengan selamat, tentunya karena kebaikan orang-orang yang saya temui hari itu. Ibu Rika, Bapak Sungko dan #TeamBogor. Baik yang sudah kenal, bahkan dengan yang belum pernah kenal sama sekali.
Percaya saja masih banyak orang baik di dunia ini. Setidaknya kalau kita masing-masing percaya seperti itu maka akan semakin banyak orang baik di dunia ini. Semoga kebaikan orang-orang yang saya temui dibalas oleh Tuhan. Aamiin.

Note :
Saat ini saya sudah jarang menggunakan bis maupun commuterline untuk pulang pergi ke kantor. Teman kantor ada yang bersedia memberikan tumpangan pulang pergi, tidak hanya saya saja tetapi juga beberapa orang lain yang membutuhkan transportasi ke kantor. Kami hampir setiap hari berangkat dan pulang bersama. Satu mobil kalau penuh bisa 8 orang dengan share cost bensin dan tol. Saling melengkapi, saling membutuhkan, saling membantu dan tentunya saling menjaga karena dengan pulang dan pergi bersama kami merasa lebih aman dan nyaman. Alhamdulillah^^

Terima kasih @nebengers telah memperkenalkan saya dengan sekumpulan besar orang-orang baik dan terima kasih pula telah mensosialisasikan kegiatan berbagi dengan cara yang sangat-sangat menyenangkan ^^
Keep inspiring Bengs!

========================================================================

Demikian #CeritaNebeng dari saya, mudah-mudahan bisa menginspirasi teman-teman untuk berbuat banyak untuk kondisi transportasi kita agar lebih baik lagi. Dimulai dari hal kecil, yaitu berbagi kursi kosong.

Salam nebeng!!

Minggu, 30 Juni 2013

Menuju Krakatau (Part 3) - Hiking to Krakatau

Tulisan ini merupakan lanjutan perjalanan saya di Krakatau pada hari ketiga. Pukul 3 dini hari kami sudah harus bangun dan bergegas untuk perjalanan melihat sunrise di Gunung Anak Krakatau. Hari itu masih sangat gelap dan angin pun berhembus kencang, dengan nyawa yang masih berterbangan kami pun masuk kapal nelayan. Ditunggu tak kunjung meluncur, ternyata ada trouble di kapal yang mengharuskan kami menunggu sekitar satu jam lamanya di dalam kapal. Saya pun tertidur di dek bawah kapal.

Akhirnya kapal pun meluncur, perjalanan yang kami lalui menghabiskan waktu sekitar 2 jam, lumayan jauh. Saya memanfaatkan perjalanan dengan tidur untuk mengisi energi sebelum hiking. Hari mulai terang, sayang kami tidak sempat untuk mengejar sunrise di puncak. Saya pun terbangun dan beranjak ke dek atas kapal dan hey, selamat pagi. Sunrise nan cantik sudah menyapa pagi itu.
Hello Sunshine!!
Kapal pun menepi disambut oleh pasir pantai vulkanik berwarna hitam legam. Sampailah kami di Cagar Alam Krakatau disambut oleh petugas yang siap untuk mem-briefing kami. Kami dijelaskan mengenai sejarah Cagar Alam Krakatau, hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama berada disini. Sebelum trekking saya menyempatkan diri ke toilet yang ala kadarnya dengan bilik berupa karung putih dan air bersih yang tidak tersedia. Maka mau tidak mau, air mineral pun jadi terbuang di toilet.
Selamat datang di Cagar Alam Krakatau
Pendakian pun dimulai melalui jalur yang diapit oleh semak belukar. Disarankan untuk memakai sepatu dan sendal gunung karena pasir vulkanik bertekstur kasar sehingga cukup pedih jika mengenai kulit. Titik awal pendakian sampai puncak tidak terlalu jauh, hanya sekitar 45 menit bisa dilalui dengan jalur yang didominasi oleh pohon pinus. Tidak perlu khawatir tersasar karena banyak petunjuk arah jalan untuk sampai puncak. Semakin naik pohon-pohon semakin jarang dan jalanan semakin curam. Titik awal pendakian curam merupakan sebuah bukit pasir vulkanik hitam, cukup sulit ternyata sampai di atas karena trek yang dilalui terlalu gembur jadi kurang mantap dipijak. Siapkan energi dan air mineral agar bisa sampai puncak karena cukup menguras keringat. Bagi yang memiliki riwayat penyakit jantung dan asma tidak disarankan untuk naik karena medan yang cukup curam.
Jalur menuju puncak
Akhirnya setelah perjuangan panjang mendaki gemburnya pasir vulkanik hitam, sampailah saya di puncak Gunung Anak Krakatau. Nafas pun berderu, tanpa bisa berkata-kata saya terkagum oleh pemandangan yang terhampar di hadapan saya. Di belakang saya tampak Puncak Krakatau yang masih mengepul asap tebal sedangkan di depan saya terhampar cakrawala dan pulau-pulau cantik yang menghiasinya seperti Pulau Rakata dan Pulau Panjang. Ah, sayang sekali kami terlambat untuk menyaksikan sunrise, terbayang betapa indahnya sunrise di tempat ini. Subhanallah.

Berlatar Gunung Krakatau, sang ibunda
Puas menikmati pemandangan di atas, kami pun bergegas turun karena perut sudah meraung-raung dan masih ada petualangan lainnya menunggu kami. Matahari kala itu terik sekali dan ternyata turun lebih sulit karena selalu ada perasaan akan terjatuh, hehe. Sampai di bawah kami pun menikmati sarapan pagi berupa nasi uduk yang nikmatnya luar biasa, maklum kami lapar berat hehe. Sambil menikmati sarapan, kami kedatangan tamu berupa seekor biawak berukuran besar, nampaknya ia tidak canggung dengan keberadaan manusia di sekitarnya. Ia tampak berjalan ke arah tumpukan sampah, sepertinya lapar.

Biawak yang lapar
Selesai sarapan dan istirahat kami bersiap untuk petualangan ke destinasi berikutnya yaitu snorkling di Lagoan Cabe. Lagoan Cabe merupakan salah satu snorkling spot di pinggir Krakatau yang memiliki keindahan bawah laut yang luar biasa. Saya memang belum banyak pengalaman snorkling, tapi sejauh ini spot inilah yang paling indah. Hati-hati juga karena disitu terdapat palung laut yang sangat dalam, saya pun kaget saat berenang agak jauh dan menemukan laut hitam tanpa dasar. Ikan-ikannya banyak berwarna warni dengan karang yang tentunya tidak kalah cantiknya. Satu hal, jangan pernah berdiri di atas karang ya. Mohon dijaga kelestariannya, jangan karena hanya ingin mendapatkan foto bagus tapi tidak menjaga alam.
Snorkling di Lagoan Cabe
Lagoan Cabe merupakan destinasi terakhir kami, hari pun beranjak sore dan kami harus bergegas ke homestay untuk bersiap pulang. Saat kami merapat di Pulau Sebesi sore itu tampak keramaian di dermaga, sepertinya penduduk baru saja selesai berbelanja ke kota.

Keramaian dermaga Pulau Sebesi sore itu
Perjalanan Sebuku - Dermaga Canti yang cukup jauh saya manfaatkan kembali dengan tidur. Perjalanan darat menuju Bakauheni macet berat sore itu, alhasil kami sampai di pelabuhan sudah larut malam, tapi beruntung kami mendapatkan fery dengan dek tidur, lumayan untuk beristirahat dan rebahan di perjalanan menuju Merak.
Fery dengan dek tidur, bisa selonjoran :D
Beberapa jam kemudian kami sampai di Merak dan berakhirlah perjalanan kami. Ternyata sudah masuk hari Senin dini hari. Perjalanan saya pun masih jauh menuju Bogor dan harus bergegas untuk kembali bekerja di Sunter. Capek tetapi terbayar lunas dengan keindahan alam dan pengalaman yang luar biasa.
"And in the end it’s not about the destination, it’s about the journey. I enjoy in every single part of it and it makes me so alive."
Cheers!!

Menuju Krakatau (Part 2) - Islands Hopping

Melanjutkan postingan blog ini mengenai perjalanan saya menuju Krakatau. Sekitar pukul 1 dini hari kami mendarat di Pelabuhan Merak dan segera mencari rombongan trip. Di antara rombongan trip sekitar 50 orang, saya berjumpa dengan salah satu travelmate saya yang lain. Kami sudah beberapa kali traveling bareng dan ini adalah kali ketiga kami melakukan perjalanan bersama. Selanjutnya trip leader melakukan briefing kepada para peserta dan setelah berdoa kami pun berangkat naik fery menuju Pelabuhan Bakauheni. Alhamdulillah liburannya jadi, hehehe :)

Saya dan beberapa teman memilih untuk tidur di dek AC dengan tambahan biaya sebesar Rp. 8000, alasannya agar lebih nyaman dan tubuh fit untuk mengisi energi selama dua hari ke depan. Tidak berapa lama kami pun tertidur dengan nyenyak, sepertinya kami kelelahan berjuang melawan macetnya Jakarta malam itu. Pukul setengah 4, AC terasa semakin dingin dan saya pun terbangun bergegas ke toilet. Tak beruntung, toilet yang saya buka pertama kali ada (maaf) sisa kotoran yang tidak disiram. Sunguh kelakukan yang keterlaluan, padahal air masih melimpah begitu sulitnyakah hanya sekedar menyiram miliknya sendiri. Selesai dari toilet saya mampir keluar keliling kapal, di dek atas angin bertiup sangat kencang dan dari kejauhan sudah tampak citylights berkedip cantik. Sekitar pukul 5 pagi kapal pun merapat, selamat datang kembali di daratan Lampung.

Selepas merapat rombongan istirahat sejenak untuk sholat subuh sebelum melanjutkan perjalanan darat ke Dermaga Canti. Perjalanan ke Dermaga Canti sedikit gerimis, kami meluncur menggunakan angkot yang sudah dicarter, karena masih mengantuk dan cukup lelah kami pun tertidur. Sekitar satu setengah jam melalui jalan berkelok dan naik turun, kami pun sampai di Dermaga Canti.

Selamat datang di Dermaga Canti
Saya pun bergegas berganti baju basah karena agenda trip akan dimulai dengan snorkling dan islands hopping. Sebelum memulai petualangan, kami semua mengisi perut terlebih dahulu agar tidak masuk angin dan energi lebih banyak. Di pinggir Dermaga Canti ada sebuah warung nasi, sediakan saja uang lebih banyak karena makanan disini cukup mahal, maklum saja tidak ada lagi warung nasi yang lain. 
Perut sudah terisi dan siap berpetualang

Kami pun berangkat menggunakan kapal kecil, tujuan pertama kami adalah keliling pulau dan snorkling. Sekitar satu jam, sampailah kami di Pulau Sebuku Kecil, pulau kecil yang sangat indah dengan pasir putih yang didominasi oleh pecahan karang dan kerang dengan air biru nan jernih. Disini disarankan tidak melepas alas kaki karena pecahan karang dan kerangnya cukup tajam, terlebih ada cukup banyak bulu babi berserakan. Rasanya luar biasa sekali berada disana, indah. Disini kami habiskan dengan main air saja, sebagai pemanasan dan jangan lupa juga untuk berfoto ya.

Foto dulu di Sebuku kecil, makin ramai makin seru!!
Tujuan selanjutnya adalah Pulau Sebuku Besar yang tidak begitu jauh, hanya sekitar 5 menit perjalanan dari Sebuku Kecil. Disinilah snorkling spot kami yang pertama, tidak perlu diragukan lagi keindahan di dalamnya. Sayang saya masih belum pandai berenang jadi belum berani untuk ambil foto bawah air, hehehe. Puas di Sebuku Besar, kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Umang-umang, awalnya saya pikir pulau yang dimaksud adalah Pulau Umang yang ada di Banten, ternyata bukan, hehehe. Pulau ini kecil, bisa menjadi snorkling spot maupun area islands hopping. Sudah cukup lelah kami pun hanya menjelajah pulau dan main pasir. Kebetulan di sisi kanan pulau terdapat spot yang menarik, airnya biru jernih dengan pasir putih yang sangat tebal dan bibir pantainya pendek. Cobalah rebahkan badan di pasir di bawah pohon rindang, pejamkan mata dan dengarkan debur ombak, syahdu.

Puas bermain, hari mulai siang dan perut mulai lapar kami pun meluncur ke Pulau Sebesi yaitu pulau yang akan menjadi homestay kami. Kami pun beristirahat, makan siang dan mandi. Rasanya kali itu saya makan banyak sekali sepertinya energi terkuras habis karena snorkling dan islands hopping, hehehe. Acara bebas sampai sore, saya manfaatkan untuk bercengkrama dengan teman-teman baru sambil menikmati pantai di depan homestay. Homestay yang saya dapatkan kali ini, kamar mandinya kurang bersih, seperti kurang terawat, sayang sekali padahal jika bisa dirawat lebih baik pasti lebih nyaman. Homestay ini menghadap ke arah pantai langsung dengan rerumputan hijau di depannya disusul dengan pasir kecokelatan. Tampak beberapa perahu kecil ditambatkan di pinggiran pantai. Lucunya, banyak sekali anjing dan kambing berkeliaran disana, jadi harus hati-hati jangan sampai menginjak kotorannya hehehe. Di Pulau Sebesi ini sulit air dan listrik masih menggunakan genset. Kami baru bisa menyalakan keran air dan mengisi baterai handphone ketika sudah malam. Tidak terasa saya pun tertidur di kasur sore itu, mungkin lelah.
Pemandangan di depan homestay

Pukul 4 sore saya dibangunkan untuk diajak melihat sunset di ujung pantai, dengan nyawa yang masih berceceran saya pun beranjak. Kami naik mobil pick up ramai-ramai menuju ujung pantai sambil melihat-lihat kondisi desa. Desa di Pulau Sebesi ini masih sepi dan sangat sederhana, damai, jauh dari hiruk pikuk kota. Sekitar 30 menit perjalanan kami pun sampai di ujung jalan dan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak.

Naik pick up siap menikmati sunset

Pantainya berpasir hitam dan berombak cukup besar, di kejauhan tampak Pulau Anak Krakatau, Pulau Rakata dan Pulau Panjang dalam satu frame. Sambil menunggu sunset kami duduk santai bercengkrama di pasir sambil menikmati suasana yang begitu damai.
Berlatar Pulau Krakatau, Pulau Rakata dan Pulau Panjang
Tak berapa lama sunset yang ditunggu pun hadir, sayangnya si cantik tembaga ini posisinya ada di sebelah kanan pantai, walaupun begitu tetap cantik untuk dinikmati.

Sunset di kanan pantai

Hari mulai gelap, kami pun bergegas kembali ke homestay untuk makan malam. Kali ini menu makan malamnya enak sekali, terutama cumi bakar dan sate jamurnya. Kami makan ramai-ramai di atas rumput depan homestay sambil bercengkrama dan menikmati suara deburan ombak. Nikmatnya sungguh luar biasa. Setelah makan malam acara dilanjutkan dengan barbeque, tapi karena perut masih pernuh saya memilih berbincang dengan beberapa teman baru. Semakin malam satu per satu teman-teman masuk untuk tidur. Saya dan beberapa teman tidak langsung tidur di kamar, kami menikmati malam yang kali ini dihiasi dengan taburan bintang. Kami rebahan di rumput sambil menengadahkan wajah ke langit, indah. Saya pun sempat melihat ada bintang jatuh, untuk pertama kalinya, hehehe. Ada beberapa orang yang meramaikan malam itu dengan menyalakan lampion merah dan diterbangkan ke udara, semakin ramai dan syahdu. Semakin malam udara semakin dingin, kami pun berpamitan untuk istirahat dan mempersiapkan energi untuk petualangan di hari kedua.


To be continue to >> Part 3

Menuju Krakatau (Part 1) - Gridlock Jakarta

Perjalanan ke Krakatau kali ini dimulai pada Jumat, 31 Mei 2013. Agar lebih memudahkan, saya berangkat dari kantor selepas jam kerja selesai. Berbekal tas ransel dan sendal jepit yang sudah dipersiapkan sebelumnya, menunggu waktu pulang kali itu rasanya lama sekali. Sejak pukul 1 siang mata saya tidak berhenti tertuju pada jam dinding yang berdetak lambat, sepertinya benar begitu hehehe. Pukul 5 sore tepat saya pun pamit ke rekan kerja dan bos besar seraya setengah berlari karena terlalu antusias untuk liburan kali ini.

Kali ini saya join salah satu open trip yang meeting point nya berlokasi di Pelabuhan Merak Banten. Saya pun janjian dengan seorang teman di Terminal Tanjung Priuk yang kebetulan titik tengah dari lokasi kantor kami masing-masing. Rencananya kami akan naik bis Priuk - Merak dari sana. Dari kantor saya yang terletak di kawasan Sunter, seharusnya mudah saja mencapai Terminal Tanjung Priuk. Bermodal Rp. 3.500 saya pun beranjak naik Bis Transjakarta. Tapi kali ini saya kurang beruntung nampaknya, jalanan menuju Terminal Tanjung Priuk macet luar biasa. Walaupun begitu saya tetap santai karena mempertimbangkan saat itu masih pukul 5 sore, sedangkan bis terakhir di terminal adalah pukul 8 malam, dengan jarak yang tidak begitu jauh seharusnya pukul 7 maksimal saya sudah sampai.

Tenyata macet kali ini luar biasa nampaknya, pukul setengah 8 saya baru sampai di daerah Enggano dan bis berhenti total tidak jalan sama sekali. Teman saya sudah jauh lebih dahulu sampai, tidak enak juga jadi membuat menunggu. Saya sedikit curhat dengan petugas Transjakarta bahwa saya harus naik bis dari terminal pukul 8. Lalu terdengar celetukannya 
“Wah mba, itu sih mustahil, paling kalau mau dari sini jalan saja mba ke Priuk, percuma kalo nungguin bis jalan, di depan lagi ada yang dicor soalnya.. "
Akhirnya petugas Transjakarta tersebut tetap menyarankan saya turun dan jalan kaki sampai terminal. Saya pun turun melalui pintu depan bis dan beranjak jalan cepat menuju terminal. Kondisi jalan saat itu benar-benar macet stuck luar biasa, Jakarta mengerikan!
Jakarta mengerikan!
Jalan kaki di trotoar yang gelap, sedangkan di jalanan macet oleh truk dan bis-bis besar sebetulnya sedikit membuat saya takut. Tapi mau bagaimana lagi, saya pun melangkahkan kaki dengan ritme yang sangat cepat. Ingin cepat sampai dan bertemu teman saya tentunya. Singkat kata akhirnya saya sampai di Terminal Priuk dengan betis yang lumayan kenceng, ya lumayan untuk pemanasan hiking ke Krakatau besok. Setelah jalan kesana kemari akhirnya saya pun bertemu teman saya, alhamdulillah rasanya lega sekali.

Untuk mempersingkat waktu kami langsung mencari bis tujuan Merak, tapi kondisinya kali itu agak mencurigakan. Sepertinya sudah tidak ada lagi aktivitas bis yang akan beroperasi selanjutnya. Kami bertanya kepada calo-calo disana dan ternyata bis tujuan Merak sudah tidak ada lagi yang mau berangkat karena kondisi jalan yang macet luar biasa sehingga banyak supir dan kernet yang tidak mengoperasikan bisnya lagi. Kami pun panik karena liburan kami terancam gagal.
Saya pun menelan ludah, khawatir tidak bisa pulang karena macet yang luar biasa, ditinggal rombongan trip, uang trip hangus melayang dan tentu saja tidak jadi liburan.

Kami kemudian mencari alternatif transportasi menuju Merak, ternyata satu-satunya transportasi yang tersedia adalah omprengan berupa mobil elf. Sayangnya sisa seat tinggal satu saja, tidak mungkin untuk kami berdua. Kami disarankan untuk ke Cempaka Putih karena banyak bis dari arah Pulo Gadung. Berarti itu tandanya saya harus kembali ke arah tadi saya berangkat, hahahaha. Taxi pun kami berhentikan dan segera untuk meluncur berkejaran dengan waktu. 
Di taxi kami pun berbincang banyak, tak terasa menghabiskan waktu satu jam dari Terminal Tanjung Priuk hingga Cempaka Putih. Saya selalu menghubungi trip leader agar tahu jika akan ditinggal, agak mengkhawatirkan memang. 

Di Cempaka Putih kami masih harus menunggu satu jam kembali sampai akhirnya dari kejauhan muncul bis bertuliskan "MERAK". Rasanya luar biasanya senangnya kami. Alhamdulillah. Bis malam itu begitu padat dan penuh tetapi alhamdulillah kami dapat duduk manis, walaupun harus duduk berjauhan. Bis meluncur tersendat di tengah kemacetan menuju Merak, sekitar 3 jam harus kami lalui di perjalanan ini. Singkat cerita, alhamdulillah kami berdua mendarat dengan selamat di Pelabuhan Merak pukul 1 dini hari dan alhamdulillah rombongan trip belum berangkat karena ternyata banyak juga peserta yang terjebak kemacetan Jakarta malam itu

Oh Jakarta, kau menyeramkan sekali!!


Perjalanan selanjutnya akan saya kupas di postingan berikut.

Selasa, 30 April 2013

Pantai Kiluan Lampung (Part 2) - Hunting The Dolphin

Postingan ini masih lanjutan dari perjalanan saya berpetualang di Kiluan. Selepas trekking menuju laguna, kami kembali ke homestay untuk menikmati makan siang yang sudah disediakan oleh pemilik rumah. Betapa nikmatnya menghabiskan makan siang bersama-sama sambil duduk di tepi pantai yang terletak di belakang rumah. Hari mulai sore kami melanjutkan petualangan untuk melakukan snorkling di sekitar Pulau Kelapa. Pulau Kelapa terletak sekitar 5 menit perjalanan menggunakan jukung atau perahu kecil yang muat hingga 6 orang. 

Sampai di Pulau Kelapa kami bergegas menggunakan alat snorkling dan tidak sabar untuk terjun ke air. Sayang cuaca sore itu mendung dan gelombang lumayan besar jadi air lautnya agak keruh dan agak sulit untuk berenang karena badan berkali-kali terbawa gelombang. Di bawah air karang-karangnya lumayan cantik ada banyak sekali bintang laut berwarna biru dan teripang yang besar-besar. Hujan pun turun, akhirnya kami hanya bisa bermain di tepian pantai sambil menikmati pemandangan laut yang hijau tosca. Cuaca yang buruk membuat kami tidak dapat menikmati sunset sore itu, kami hanya bisa berharap esok pagi cuaca sudah membaik.

Walau cuaca buruk tapi kami tetap happy
Sore hari kami kembali ke homestay untuk beristirahat, ketika kami datang makan malam buatan ibu pemilik rumah sudah siap. Air di kamar mandi merupakan hasil sulingan air laut jadi rasanya payau cenderung asin dan sabun akan sulit berbusa hehehe. Malam itu saya tidur lebih awal karena rasanya cukup lelah untuk perjalanan kemarin. Suara debur ombak terdengar sangat kencang karena air laut pasang, sebetulnya agak sedikit waswas, hehehe.

Keesokan paginya kami siap-siap untuk hunting lumba-lumba, pemandu yang merupakan warga sekitar sudah siap sedia dengan perahu jukung yang akan membawa kami melintasi samudera. Ya, samudera dan perahu jukung memang terdengar tidak imbang dengan luas dan dalamnya laut tetapi kami hanya mengarungi dengan perahu kecil. LIfe jacket pun tidak terlepas dari badan kami agar selalu safety. Perahu jukung yang biasanya cukup untuk 6 orang, kali ini hanya diisi 3 orang dan 1 pemandu untuk menjaga keseimbangan dan agar perahu tidak terbalik karena gelombang di samudera yang akan kami lewati sangat besar. Wow, rasanya cukup tegang, adrenaline pun terpacu karena membayangkan risiko yang dihadapi. Tapi saya tetap antusias untuk bertemu dengan lumba-lumba liar.

Kami siap hunting lumba-lumba
Hunting lumba-lumba di Kiluan ini merupakan salah satu daya tarik pariwisata disini karena lumba-lumba disini merupakan lumba-luma liar dari lautan lepas. Berbeda dengaan lumba-lumba di Pantai Lovina Bali dimana memang merupakan lumba-lumba yang berasal dari penangkaran. Lumba-lumba yang terdapat di perairan Teluk Kiluan ini merupakan jenis hidung botol dengan nama ilmiah Tursiops truncatus. Spesies ini merupakan spesies paling umum yang paling dikenal orang, habitatnya berada di perairan hangat di seluruh dunia dan dapat ditemui hampir di seluruh perairan kecuali Samudera Arktik dan Samudera Selatan.

Jika beruntung konon kita bisa melihat atraksi lumba-lumba berloncatan kesana kemari, tapi kembali lagi karena ini merupakan habitat liar itu bergantung nasib anda, bisa jadi tidak bertemu satu ekor pun, maka perbanyaklah berdoa, hehehe. Perjalanan di laut sekitar 1 jam, lumayan jauh ternyata. Sambil menanti kedatangan lumba-lumba silakan anda menikmati pemandangan Teluk Kiluan dari laut lepas yang sengat luar biasa indahnya.

Menanti lumba-lumba yang tak kunjung datang
Lama menanti rasa kantuk pun mulai datang ditambah dengan semilir air laut yang sepoi-sepoi. Saya pun memainkan kaki di air untuk menghilangkan rasa kantuk, tak berapa lama abang pemandu menyuruh saya untuk mengangkat kaki. Saya pun bertanya apakah di lautan lepas ini ada hiu, abang pemandu hanya mengangguk mantap, hahaha saya langsung merinding. Ah saya baru sadar itu di lautan lepas, tidak tahu ada makhluk apa yang ada di bawah kami, heuheu. 

Satu jam lebih berlalu, jukung kami masih diam dan sesekali bergerak tidak jauh. Ketika kami sudah mulai kehilangan harapan tiba-tiba abang pemandu menyuruh kami untuk berdiri dan bangun, akhirnya kawanan lumba-lumba yang kami nantikan muncul juga, alhamdulillah. Di depan mata kami kawanan lumba-luma berenang berlarian, betul-betul pemandangan yang sangat luar biasa, subhanallah.

Hey, dolphin!
Sudah berjumpa lumba-lumb maka tandanya trip kali ini akan segera berakhir. Sebelum pulang kami sempat mengunjungi toko oleh-oleh khas Lampung. Jalanan kota Lampung cukup sepi kali itu, entah memang sesepi itu atau kebetulan sedang sepi. Kami pun sampai di Pelabuhan Bakauheni di sambut sunset sore itu. See you Kiluan, see you Lampung!

Pemandangan di sisi fery

Pantai Kiluan Lampung (Part 1) - Trekking Pantai Laguna

Perjalanan menuju Kiluan dimulai dari Bogor menuju Merak, menggunakan bis Arimbi terakhir dari terminal Baranang Siang sekitar pukul 4 sore hari bersama seorang teman. Perjalanan ditempuh selama 3,5 jam dengan biaya seharga Rp. 25.000. Ini merupakan kali pertama saya ke Pelabuhan Merak, hal yang terbayang pertama kali adalah pelabuhan yang padat hahaha maklum saja saya biasa lihat Pelabuhan Merak di tv saat peak season di liputan mudik lebaran.

Sampai di pelabuhan sekitar pukul 7.00 malam, ternyata Pelabuhan Merak sangat sepi hehehe sangat di luar bayangan kami. Sambil menunggu rombongan datang kami beristirahat di mesjid pelabuhan yang di dalamnya ada AC, hehehe lumayan meneduhkan di cuaca yang saat itu cukup gerah. Perut mulai lapar dan mulai datang beberapa teman, sambil menghabiskan waktu kami pun makan malam di warung soto sambil mengisi baterai handphone yang ternyata ada biayanya Rp. 2000.

Sebelum berangkat tidak ada salahnya untuk ke toilet, hanya lebih baik menggunakan toilet di mesjid karena toilet dekat warung-warung soto tidak terawat dan gelap, hmm spooky. Malam semakin larut dan rombongan pun berkumpul untuk briefing. Sekitar jam 01.00 dini hari kami pun naik fery, saya dan rekan saya upgrade ke kelas AC dengan menambah Rp.8000, maksudnya sebetulnya agar kami bisa tidur nyenyak dan isi tenaga untuk esok hari.

Di fery saya duduk bersebelahan dengan seorang Bapak, dari mulai basa basi hingga berbincang ngalor ngidul. Entah saya tidak ragu atau takut untuk berbincang dengan sebut saja orang asing ini, mungkin karena perbincangan kami nyambung walaupun perbedaan usia yang cukup jauh dan sepertinya Bapak ini memang tidak berniat jahat, hanya perlu teman berbincang. Banyak cerita hidup masing-masing yang saling kami bagi, Bapak itu pun banyak memberikan masukan dan saran mengenai hidup. Alhasil malam itu mata saya tidak terpejam barang sedikit pun dan perbincangan kami harus berakhir saat fery merapat di dermaga. Selamat datang Lampung!

Ini merupakan pertama kalinya saya menginjakkan kaki di tanah Sumatera, antusias? Sangat! Sekitar pukul setengah 5 kami disambut oleh supir mobil rental yang sudah lebih dahulu dipesan. Bagi yang tidak terbiasa melewati jalur darat ada baiknya sedia antimo dan minyak angin karena supir-supir disini dahsyat sekali mengendarai mobilnya, hehehe. Terutama kali ini kami menuju Kiluan melalui Jalur darat, jadi kami harus siap menghadapi kondisi jalur darat yang tidak terduga selama 6 jam.

Sekitar pukul 7 pagi kami berhenti di Pantai Kiara untuk sarapan nasi padang, hahahaha berat sekali. Pantai Kiara lokasinya di pinggir jalan menuju Kiluan jadi tidak sulit untuk diakses, tapi sayang kali ini airnya sedang pasang. Karena lokasinya yang mudah diakses, banyak orang mampir ke pantai ini, sayangnya mereka banyak yang meninggalkan jejak, Pantai Kiara jadi kotor.

Pantai Kiara yang sedang pasang
Selesai mengisi perut kami melanjutkan perjalanan darat, dari trek yang mulus hingga berbatu dan offoad harus kami lalui. Di perjalanan kami melewati pemandangan yang dihiasi bukit-bukit batu, kebun kopi, kebun cokelat, persawahan, tambak garam dan tambak udang. Ternyata di Lampung banyak juga perkampungan orang-orang Bali, terlihat dari banyaknya pure-pure kecil tempat beribadah di depan rumah. Sepanjang jalan dekat Kiluan pun banyak sekali rumah tradisional penduduk, semacam rumah panggung dengan tangga di bagian depan rumah menuju pintu. Semua rumah terlihat berbentuk sama, hanya yang berbeda di bagian tangga karena banyak yang melakukan modifikasi misalnya dikeramik dan sebagainya. Jika sinyal sudah hilang maka kita sudah semakin dekat dengan lokasi. 

Teluk Kiluan terletak di Pekon (Desa) Kiluan Negeri, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung, Sebuah destinasi wisata yang cukup terpencil tetapi menyajikan surga dunia yang sangat indah. 

Welcome to Kiluan Bay!!
Di ujung jalan akhirnya mobil berhenti, dilanjutkan menyusuri jalan setapak menuju penginapan. Kali ini kami tinggal di salah satu rumah warga di pinggir pantai. Sebagian besar rumah warga disini memang disewakan untuk para pelancong, lumayan pemasukannya sebagai mata pencaharian tambahan bagi mereka selain menjadi nelayan dan petani cokelat. Rumah yang saya tempati masih sangat sederhana, dominan kayu dengan 2 buah kamar kecil dan kamar mandi di luar. Kami tidur beralaskan tikar, tapi tenang untuk bantal masih bisa disediakan. Pasokan listrik disini dibatasi hanya menyala dari jam 18.00 - 06.00. Terkadang merasakan hal seperti ini sangat menyenangkan, jauh dari keramaian, jauh dari kebisingan, hilang sinyal tidak terdistraksi media sosial dan hanya fokus untuk menikmati keindahan alam.

Lanskap dekat homestay
Setelah istirahat sebentar dan berganti baju, kami melanjutkan petualangan untuk trekking ke Pantai Laguna yang merupakan perjalanan mendaki gunung lewati lembah yang trek nya mengerikan, terutama jalur karang menuju laguna. Jangan lupa menggunakan sendal atau sepatu trekking karena jalurnya cukup berbahaya dan tajam. Selain memang bebatuannya tajam di beberapa jalur banyak tumbuhan semak pandan yang berduri, jika tidak berhati-hati bisa melukai kaki.

Pertama kali kita disuguhkan trek naik bukit dengan sepanjang jalan yang berisikan pohon cokelat, sampai di puncak bukit yang dipenuhi pohon pisang kita disajikan pemandang laut dari kejauhan. Setelah itu trek yang dilalui adalah turunan tajam yang sangat terjal. Perjalanan ini akan terbayar karena di balik bukit terdapat pantai tersembunyi yang sangat cantik. Namun di pantai ini kita tidak diperbolehkan berenang karena ombaknya sangat besar dan batu karangnya sangat berbahaya dan tajam. Berfoto dan main air di pinggirnya saja sudah cukup rasanya. Capek pun terbayar.

Pantai tersembunyi di balik bukit
But, hey where’s the lagoon? Ooh ternyata kami masih harus melanjutkan perjalanan. Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri tebing-tebing karang yang terjal. Adrenaline akan terkuras disini, karena jalur yang dilalui berupa cadas tajam nan licin. Jika tidak hati-hati dan terpeleset, bebatuan karang siap menanti di bawah. Ada harga ada barang, jalur mengerikan ini sebetulnya menyajikan beberapa view cantik. Terdapat lubang-lubang di bawah karang yang airnya berning dan dasarnya berwarrna pink. Terdapat pula koral warna-warni, tetapi hati-hati jika memasukkan kaki kesitu karena bulu babi nan tajam siap menusuk.

Semakin lama trek yang dilalui semakin sulit, tips nya adalah ikuti petunjuk jalan berupa cat tanda panah berwarna merah dan hindari cat berupa tanda silang yang berarti jalur tidak disarankan untuk dilalui. Kami pun dipandu oleh bocah-bocah Kiluan yang terlihat begitu sigap dan lincah melewati trek demi trek. Akhrnya jalan pun berujung, di depan kami terhampar sebuah kolam kecil berkedalaman 1 - 1,5 m, inlah laguna yang dimaksud. Jika berani anda boleh ikut melompat seperti yang dilakukan oleh bocah-bocah Kiluan, atau sekedar berendam di kolam yang ternyata airnya cukup hangat. Di dalam kolam banyak sekali alga-alga hijau dan ikan kecil. Air laguna ini terisi dari air laut yang datang terhempas batuan karang di sisi luar laguna.

The Lagoon, ada yang berani  ikutan loncat??
Puas bermain air di laguna, hari mulai siang maka saatnya kami harus kembali ke homestay untuk makan siang dan tentunya kami harus kembali melewati trek yang mengerikan itu.

To be continued to part 2