Minggu, 29 November 2015

Curug Cibeureum : Dinginnya Rindu & Flu Berat

Ketika rasa penat muncul dan tak lama kemudian datang ajakan untuk berpetualang, itu namanya rejeki dan jangan ditolak hehehe. Flu berat yang sedang melanda badan pun tidak mengurungkan niat saya untuk menjelajah Curug Cibeureum di Kawasan Wisata Cibodas, kaki Gunung Gede - Pangrango. Ini adalah kali kedua saya datang kesini, namun yang pertama tidak telalu puas karena sangat singkat dan sudah terlalu sore.

Hey, saya datang lagi!
Selamat datang dan selamat berpetualang!
Pagi itu alhamdulillah cuaca sangat cerah, kami berangkat beriringan 5 motor menuju kawasan Cibodas dengan teman lama dan teman baru. Sudah lama tidak melakukan perjalanan jauh menggunakan motor, rasanya cukup lelah ditambah badan yang memang kurang fit. Sampailah kami dan dimulailah perjalanan menaiki tangga selama kurang lebih 1 jam. Aturlah nafas dengan baik dan jangan lupa untuk membawa perbekalan yang cukup. Jika lelah tidak usah dipaksakan, beristirahatlah karena tidak akan lari curug dikejar, hehehe.

Beristirahat di rimbunnya pepohonan

Bisa menyatu dengan alam, mencium wangi rumput dan dedaunan, rimbunnya pepohonan, suara burung dan gemericik air aaaah rasanya penat yang menggumpal di kepala dan flu berat yang melanda hilang seketika. Namun, di penghujung musim kemarau ini tampak sekali banyak pepohonan yang kering kerontang, pantas saja banyak sekali terjadi kebakaran hutan, sekali sulut saja api bisa merambat dengan sangat cepat karena terlalu kering.

Salah satu objek yang saya nantikan ketika trekking di kawasan ini adalah Telaga Biru, terakhir kali ke tempat ini si mistis nan cantik menyembulkan warna biru yang sangat cantik karena ganggang birunya sedang aktif, sayang sekali saat itu handphone masih belum memiliki kamera jadi tidak diabadikan. Semoga saya beruntung kali ini. 

Trek sudah mulai melandai dan semak belukar sudah tampak lembab, suara gemericik pun mulai terdengar tandanya sudah dekat dengan Telaga Biru. Tak lama sampailah kami di Telaga, saat itu tampaknya yang sedang aktif adalah ganggang hijau. Saya menyempatkan diri mampir untuk melihat telaga dari dekat. Tetap terasa mistis seperti terakhir kali saya datang, mungkin karena hawanya yang terlalu lembab. Tak berlama-lama saya pun melanjutkan perjalanan.

Telaga Biru yang sedang menghijau

Objek yang menarik (dan konon masih mistis) berikutnya adalah rangkaian jembatan hijau sepanjang Rawa Gayonggong. Rawa Gayonggong merupakan kawasan rawa berair yang merupakan daerah perlintasan harimau, sengaja dibangun jembatan untuk memudahkan para pendaki dan wisatawan untuk melintas. Sepanjang jembatan pun sangat menarik dijadikan lokasi foto, bentuk jembatan yang cantik, rimbunnya pepohonan yang mengelilingi, padang ilalang dan pemandangan Gunung Pangrango yang indahnya tidak tergambarkan dengan kata-kata.

Berfoto manis di jembatan Rawa Gayonggong

Padang ilalang di Rawa Gayonggong
Gunung Pangrango dari kejauhan

Tak lama sampailah kami di kawasan Curug Cibeureum, siang itu tampak sangat ramai oleh pengunjung, kami sampai tidak mendapatkan tempat untuk sekedar duduk. Kawasan Curug Cibeureum tediri dari 3 buah curug yaitu curug utama Curug Cibeureum, Curug Cikundul dan Curug Cidendeng. Disebut Cibereum karena dikelilingi oleh tebing yang konon banyak sekali terdapat alga berwarna merah, tapi tampaknya saat ini sudah tidak begitu terlihat warna merahnya.

Curug Cibeureum
Curug Cikundul
Curug Cibereum dan Curug Cikundul terletak bersebelahan, namun Curug Cidendeng letaknya sedikit tersembunyi, bahkan pada kali pertama saya datang saya tidak sadar kalau ada curug ketiga hehehe. Berjalanlah sedikit melawati Curug Cikundul kemudian siap-siap basah hingga betis karena harus menyelupkan kaki di semacam kolam. Di antara rimbunnya semak dan tingginya tebing anda akan menemukan Curug Cidendengl yang debit airnya sangat deras.

Curug Cidendeng
Ketika saya menyelupkan kaki di kolam dekat Curug Cidendeng, inilah pertama kalinya saya merasakan air yang sangat dingin sampai-sampai syaraf di telapak kaki saya mengkerut. Rasanya bukan dingin, bukan juga ngilu, tapi sakit seperti ditusuk-tusuk. Entah memang airnya yang saat itu sedang dingin atau karena kaki kami sudah telalu panas berjalan selama 1 jam kemudian terkena air dingin secara tiba-tiba. Entahlah yang jelas tidak hanya saya yang merasakan, orang lain pun begitu. Bahkan ada yang tidak berani sama sekali untuk mencelupkan kaki ke air dan memilih untuk berdiri di ujung jalan. Luar biasa. Seketika flu saya kembali muncul, hidung saya mampet, sepertinya saya kedinginan. Tidak kuat berlama-lama, kami segera melipir untuk mencari tempat duduk.

Kami pun membuka perbekalan, kebetulan salah satu sahabat kami memasak dan menyiapkan makan siang. Aaah, senangnya. Piknik di alam terbuka dengan sahabat dan makanan yang nikmat, alhamdulillah. Menu siang itu adalah nasi panggang, spageti dan kopi hangat. Yummy.

Travel buddies yang "menculik" saya hari itu
Hari mulai sore dan flu semakin berat seiring dengan rasa rindu yang muncul. Perjalanan turun saya habiskan dengan mendengarkan lagu menggunakan earphone, playlist lagu-lagu Ed Sheeran pun melantun seirng langkah kaki menuruni tangga, ah sisi melankolis saya muncul lagi! Kemana kau hei sangunis?

Citylight View dari Bukit Paralayang Puncak
Sebelum pulang kami menyempatkan mampir ke bukit paralayang puncak, kata teman pemandangan cityiight nya cantik. Walaupun hidung, kepala dan rindu semakin berat saya ikut saja "diculik" ke bukit paralayang. Malam itu bukit cukup ramai dan betul pemandangannya sangat cantik, terlihat kawasan puncak dari ketinggian dengan lampu berkelip. Sekoteng panas, kopi hangat, jaket hijau hadiah ulang tahun dan sahabat-sahabat menghangatkan saya malam itu dari dinginnya udara, rasa rindu dan flu berat.
Terima kasih.


Foto : Dokumentasi pribadi dan milik beberapa teman perjalanan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar