Sabtu, 10 Oktober 2015

Explore Malang : Museum Malang Tempo Doeloe

Berjalanlah sedikit tak jauh dari alun-alun tugu terdapat sebuah museum yang menyajikan perkembangan sejarah Kota Malang dari zaman pra-sejarah hingga setelah kemerdekaan. Museum Malang Tempo Doeloe yang terletak di Jl, Gajahmada No. 2 ini dibuka untuk umum sejak 22 Oktober 2012. Harga tiket masuk adalah Rp. 25.000 untuk umum, Rp.10.000 untuk pelajar/mahasiswa dan Rp. 15.000 untuk warga Malang. Banyak yang bilang harga tiket ini termasuk mahal untuk sebuah museum sejarah, namun jika dilihat dari status kepemilikannya yaitu milik swasta perseorangan maka sangat lazim untuk harganya.

Museum Malang Tempo Doeloe
Ketika saya masuk, suasana sangat sepi dan saya merupakan pengunjung pertama dan satu-satunya di pagi itu. Penjaga museum memberikan booklet yang berisi informasi mengenai museum sejarah ini. Area museum dibuat berurutan sesuai dengan timeline sejarah Kota Malang, dimulai dengan sejarah purbakala bagaimana Kota Malang terbentuk.

Koleksi batu-batuan purbakala
Walaupun tidak begitu luas, koleksi di museum ini sangat lengkap dan penempatan layout sesuai timeline membuat pengunjung akan merasakan sebuah trip perjalanan waktu. Berbagai macam diorama, foto-foto, dan benda-benda dan dokumen-dokumen sejarah semakin melengkapi trip sejarah ini. Di setiap pergantian area sejarah pun terdapat tanda waktu di pintu, sehingga pengunjung tahu jika telah memasuki era sejarah berikutnya.

Timeline Sejarah Kota Malang di setiap pergantian area

Perabotan dapur jaman dulu
Koleksi di jaman kemerdekaan
Koleksi paling menarik bagi saya adalah koleksi berbagai kamera analog milik Alibari, yaitu salah satu tokoh sejarah, seorang fotografer pertama di Kota Malang yang mengabadikan berbagai moment-moment sejarah. Bayangkan jika tidak ada fotografer sejarah, maka banyak sekali moment-moment yang tidak ter-capture ke dalam gambar. Saya baru pertama kali tahu mengenai Alibari dan ketika saya browsing mengenai beliau ternyata tidak begitu banyak informasi yang didapatkan.

Alibari sang Fotografer sejarah
Kamera milik Alibari
Walikota Malang dari masa ke masa
Tokoh-tokoh bangsa
Deretan helm militer sisa perjuangan
Trip sejarah ini pun mengakhiri perjalanan saya di Kota Apel, sampai bertemu lagi Malang. Sebuah kota yang nyaman, sejuk dan dengan suksesnya telah saya jelajahi seorang diri.

Foto : Dokumentasi Pribadi

Explore Malang : Minggu Pagi di Kota Apel

Hari terakhir di Kota Apel sungguh tidak boleh disia-siakan, aah saya akan rindu sekali dengan kota ini jika sudah kembali ke kota asal. Pagi itu saya memutuskan untuk berjalan santai mengelilingi kota, Google Maps sudah diaktifkan maka saya siap untuk menjelajah tanpa khawatir tersesat. Alun-alun Tugu menjadi destinasi pertama pagi itu, hanya berjarak 20 menit berjalan kaki dari Pasar Besar, saya berjalan dengan mantap menyusuri trotoar Kota Malang dipandu oleh Google Maps di tangan kanan.

Monumen Tugu Balaikota Malang
Alun-alun Tugu yang sering disebut dengan alun-alun bundar sangat ramai pagi itu, maklum saja Minggu pagi banyak dimanfaatkan oleh warga Malang untuk berolahraga maupun berjalan pagi menikmati sejuknya udara pagi. Alun-alun di Malang memang ada 2 yaitu alun-alun dekat Pasar Besar dan alun-alun tugu dekat Stasiun Malang. Alun-alun Tugu berbentuk bundar dan di tengahnya terdapat Monumen Tugu yang terletak di tengah kolam teratai dengan air mancur yang indah. 

Monumen Tugu yang penuh sejarah & makna
Monumen ini sempat dihancurkan saat Agresi Militer Belanda tahun 1948 sebagai bentuk kekesalan Belanda atas kegigihan arek-arek Malang. Pada 1953 dibangun kembali oleh pemerintah Malang dan diresmikan lagi oleh Ir. Soekarno. Puncak monumen tugu berbentuk bambu runcing yang merupakan senjata pertama yang digunakan bangsa Indonesia untuk melawan penjajah. Bunga-bunga teratai yang ditanam di kolam pun berwarna merah dan putih yang melambangkan keberanian dan kesucian, sesuai dengan dwiwarna bendera Indonesia.

Pagi itu tampak sebuah event diselengarakan di ruas jalan menuju Stasiun Malang menambah ramainya suasana di Minggu pagi. Saya berjalan ke arah taman depan Stasiun Malang, kemudian duduk manis menikmati sarapan sambil memandangi aktivitas warga pagi itu. 
Monumen depan Stasiun Malang
Stasiun Malang
Keceriaan anak-anak bermain air
Foto : Dokumentasi Pribadi

Explore Malang : Berbunga-bunga di Taman Selecta

Bis melaju cepat melalui jalanan berbelok-belok khas Songgokerto, mengantarkan saya kembali ke Kota Batu. Siang ini saya akan berkunjung ke salah satu tempat rekreasi yang juga sedang hits di Malang yaitu Taman Rekerasi Selecta. Di sebuah pertigaan bis berhenti menurunkan saya, sang kondektur mengarahkan saya untuk melanjutkan perjalanan menggunakan angkot berwarna oranye, bilang saja ke Selecta katanya.

Sebelum melanjutkan perjalanan, saya sempat mampir ke sebuah warung tenda yang menjajakan baso malang dan es dawet ayu. Di tempat itu saya bertemu dengan 2 orang travellers yang jika melihat saja sudah bisa menebak mereka dari Jakarta. Sempat berbincang sedikit, sayang sekali ini adalah hari terakhir mereka di Malang sedangkan perjalanan saya masih panjang, hehehe. Kami pun berpisah karena harus menuju ke tempat yang berbeda, angkot berwarna oranye meluncur mengantarkan saya ke Taman Selecta.

Taman Rekerasi Selecta terletak di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Batu, jalanan menuju ke lokasi mirip sekali dengan jalanan menuju kawasan Cibodas di Kabupaten Bogor. Udara yang sejuk dengan jalanan yang terus menanjak, tanaman bunga dan buah apel menghiasi sepanjang jalan. Jika sudah melewati kawasan wisata perkebunan apel, tandanya kita sudah dekat dengan Taman Selecta. Di pintu masuk kita harus membayar tiket seharga Rp. 15.000. Dari gerbang masuk ke lokasi wisata berjarak sekitar 500 meter melalui area parkir yang cukup luas. Di sisi area sebelah kiri terdapat kios-kios yang menjajakan berbagai macam jenis tanaman hias baik tanaman bunga maupun buah. Belum sempat masuk ke kawasan wisata hujan deras kembali turun, saya berlarian menuju musholla yang terletak di sudut area parkir untuk istirahat sejenak dan berteduh. 

Hamparan Bunga
Awan mendung mulai bergeser menjauh, cuaca mulai kembali cerah dan saya bergegas menggendong ransel dan berjalan cepat masuk ke kawasan wisata. Taman Rekreasi Selecta ini cukup unik karena ada beberapa bagian area yang semuanya terbuka dan tidak dibatasi. Pertama masuk kita akan disambut oleh akuarium ikan air tawar yang cukup besar, lumut-lumut hijau yang tumbuh subur di bagian batunya membuat ekosistem akuarium terlihat semakin hidup dan segar.

Akuarium ikan air tawar
Berjalanlah ke arah kanan maka anda akan menemukan taman dengan berbagai macam patung-patung hewan purbakala. Sangat menarik jika anda membawa anak kecil untuk bermain di area ini. Berjalan ke arah belakang maka di sisi kiri anda akan menemukan area kolam renang yang cukup luas. Keseluruhan berbagai atraksi ini tidak dikenakan biaya lagi karena harga tiket masuk sudah include semuanya.

Taman Hewan Purbakala
Area Kolam Renang
Hal yang menarik saya untuk mengunjungi tempat ini tentunya adalah taman bunga yang terletak di area belakang. Berbagai macam bunga terhampar dengan cantiknya, areanya tidak begitu luas namun cukup menarik. Bunga-bunga tampak tumbuh subur dan bermekaran. 




Bunga berbunga-bunga di taman bunga
Taman Rekerasi Selecta ini memiliki sejarah yang luar biasa seiring eksistensinya hingga kini, konon sudah berdiri sejak tahun 1930-an dan sudah dijadikan sebagai tempat peristirahatan oleh Pejabat Belanda. Di Selecta ini pulalah Bung Karno beserta timnya menyusun ide perjuangan hingga lahirlah teks naskah Proklamasi Kemerdekaan RI.

Seiring senjanya hari hujan deras kembali turun, alhamdulillah bumi apel betul-betul dibasahi selama beberapa hari ini. Angkot yang saya tumpangi pun meluncur turun ke Kota Malang mengantarkan saya untuk beristirahat dan mempersiapkan diri untuk hari terakhir esok.

Foto : Dokumentasi Pribadi

Berjalan (Tak) Sendiri


Bagaimana caramu untuk menjelaskan kesendirian? Apakah kau sandingkan dengan kesepian?

Aku berjalan sendiri, sama sekali tidak menjalani kesepian. Kesendirianku hanya sebatas dari pintu rumah sampai kursi transportasi yang aku pilih, bahkan bisa lebih singkat.

Aku berjalan sendiri dengan alasan yang sebagian dapat kau pahami, sebagian lagi aku simpan sendiri.

Aku berjalan sendiri untuk merasakan banyak hal di luar sana dan memahami lebih banyak yang tersimpan di dalam diri.

Aku berjalan sendiri sambil menikmati tikaman rindu kepada mereka yang selalu mendoakan dalam setiap sujudnya dan kepada mereka yang hangat dalam ingatan.

Aku berjalan sendiri sambil menikmati hujaman cemburu kepada mereka yang selalu dapat bertemu dan mudah untuk saling melepas rindu.

Aku berjalan sendiri diselamatkan dari tikaman rindu dan hujaman cemburu oleh pertemuan dengan orang-orang baru, serta mendapatkan keluarga-keluarga baru.

Aku berjalan sendiri bukan tak mau ditemani, mungkin saja kita bertemu suatu saat nanti, lalu kamu akan tahu kalau aku jadi tidak sendiri karenamu.

Mungkin saja kamu bertanya apakah aku tidak takut berjalan sendiri?

Aku hanya takut pada kesepian, tidak pada kesendirian.

Selama aku berjalan sendiri aku tidak pernah sendiri.

Tribute to all solo travelers.

Credit to : @langkahjauh , thank you for the words!

Foto : Dokumentasi Pribadi