Melanjutkan perjalanan saya di Madakaripura di postingan sebelumnya. Setelah beristirahat singkat di Wisma
Diponegoro, kami siap-siap untuk mengejar sunrise Bromo di Pananjakan 1. Kami meluncur sekitar pukul 1 dini hari, di perjalanan pun kami manfaatkan dengan tidur. Perjalanan sekitar 1 jam kami pun berganti kendaraan dengan menggunakan jeep yang akan membawa kami menuju Pananjakan 1. Sebelum meluncur saya sempat membeli sarung tangan dan kupluk karena tampaknya jaket dan sweater saja tidak cukup untuk menghangatkan badan.
Jalanan menuju Pananjakan 1 sangat gelap, saya tidak terlalu bisa melihat jelas kondisi di luar karena kabut pun turun sangat tebal, yang saya rasakan adalah jalannya berbelok-belok dan dari kejauhan terkadang terlihat citylights. Sorot lampu jeep pun terlihat sangat banyak dari kejauhan, sepertinya kali ini Pananjakan 1 akan ramai dan penuh, maklum saja long weekend. Sampailah kami di Pananjakan 1, jeep pun diparkirkan, begitu pintu dibuka udara dingin menusuk badan, saat itu sekitar pukul setengah 4 pagi. Dari parkiran kami harus berjalan kaki menyusuri jalanan aspal menanjak, di sisi sebelah kiri banyak sekali warung-warung yang menjajakan sesuatu yang berhubungan dengan Bromo, mulai dari
kupluk, kaos, sarung tangan, kaos kaki, bahkan mie rebus dan minuman untuk
menghangatkan badan.
Di ujung jalanan aspal, kami harus menaiki
tangga yang lumayan curam dan tinggi. Di ujung tangga inilah yang merupakan
spot untuk melihat sunrise, Ternyata sudah banyak sekali orang yang siap sedia sejak dini hari.
Udara dingin, kabut dan rintik hujan terus membasahi kami yang
sangat setia menanti datangnya mentari pagi. Saya pun sempet ketiduran di bangku saking dinginnya yang menusuk, walaupun terkadang sedikit basah karena hujan rintik dan kabut yang lewat. Setelah menanti
cukup lama, hari mulai terang namun sang mentari pagi tak kunjung terlihat.
Kami rupanya tidak beruntung pagi itu, musim hujan memang bukan waktu yang tepat untuk
menikmati sunrise di Bromo. Konon, sunrise disini cantiknya luar biasa. Mungkin lain waktu saya bisa mampir lagi
kesini, hehehe.
 |
Konon sunrise nya secantik ini |
Setelah puas menikmati udara dingin di
Pananjakan 1, kami pun berbondong-bondong turun ke parkiran jeep dan mampir ke
salah satu warung untuk menghangatkan badan. Di warung tersebut ada kompor
tungku yang disediakan untuk pengunjung menghangatkan diri. Saya pun tidak ragu untuk duduk mendekat dan memesan kopi hangat.
 |
Dingin banget!! |
Perjalanan dilanjutkan menuju kawasan Bromo - Pasir Berbisik - Bukit
Teletubbies - Kawah Bromo. Sebelum sampai tujuan, kami mampir di suatu kawasan
padang pasir hitam luas, puluhan atau entah ratusan jeep diparkir di tempat tersebut. Banyak
terlihat pula lapak lapak pedagang yang berjualan macam-macam. Saya dan teman pun
sempat mampir ke toilet, maklumlah udara yang dingin memang membuat bolak balik ke toilet. Ternyata karena toiletnya sangat terbatas, sedangkan pengunjung yang
datang sangat membludak, maka kami pun menghabiskan waktu antri hingga 1 jam.
 |
Ramainya pengunjung di peak season |
Setelah memohon maaf ke rekan satu jeep yang sudah rela menunggu lama, jeep pun melaju. Tujuan pertama adalah Bukit Teletubbies,
kami melewati hamparan padang pasir yang sangat luas. Hujan deras membuat
beberapa genangan air di beberapa tempat, jika tidak hati-hati jeep bisa terperosok dan terjebak dalam kubangan lumpur. Di jalan yang kami lalui pun terlihat 2 jeep
yang dibiarkan dan ditinggalkan pemiliknya karena terperosok lumpur. Sambil menikmati
pemandangan yang terhampar, tidak berapa lama kami pun sampai di kawasan Bukit Teletubbies.
 |
Hijaunya Bukit Teletubbies di musim penghujan |
Bukit Teletubbies merupakan hamparan bukit savana
hijau yang sangat indah, dinamakan teletubbies karena memang mirip bukit rumput yang ada di acara televisi teletubbies. Kata driver jeep, kami beruntung bisa
datang ke bukit ini saat musim hujan, karena rerumputannya sedang
subur-suburnya, terlihat hijau dan cantik. Lain halnya dengan musim kemarau
yang kering dan kuning. Masih diselimuti kabut nan tebal serta rintik hujan, saya pun berjalan ke arah bukit dan menikmati pemandangan indah yang terbentang di
hadapan. Jika berani naik kuda, boleh juga dicoba menunggangi kuda hingga ujung
bukit.
 |
Surga!! |
Puas menikmati savana bukit teletubbies, kami
melanjutkan perjalanan menuju Pasir Berbisik. Mirip dengan judul film,
memang lokasi ini semakin terkenal dan diberi nama Pasir Berbisik karena
merupakan lokasi syuting film dengan nama tersebut. Pasir berbisik merupakan
suatu hamparan padang pasir vulkanik yang amat sangat luas, yang juga
dikelilingi oleh jajaran perbukitan.
 |
Pasir Berbisik |
Kami pun melanjutkan perjalanan ke kawasan kawah
bromo yang tentunya merupakan tujuan utama. Sampai di pelataran jeep pun
diparkirkan, kami diharuskan berjalan kaki hingga ke puncak kawah bromo,
ternyata cukup jauh dan tinggi. Saya pun mencoba untuk mengendarai kuda sampai atas dan membayar Rp. 50.000 sekali jalan. Ini pun merupakan pengalaman pertama saya naik kuda, ternyata cukup menyeramkan, hehehe. Saya pun dengan mantap menunggangi kuda
jantan berwarna cokelat yang dinamai Brownies oleh sang empunya hingga titik pendakian kawah.
 |
Ternyata naik kuda cukup menyeramkan |
 |
View sepanjang perjalanan |
Kemudian perjalanan ke kawah dilanjutkan dengan naik tangga berwarna kuning yang ternyata cukup padat
oleh pengunjung, boleh santai saja, jika lelah beristirahatlah. Di beberapa
anak tangga ada spot semacam teras yang cukup untuk isi stamina melanjutkan
naik tangga. Semakin tinggi pemandangan semakin luar biasa, terlihat di
ketinggian hamparan pasir vulkanik bromo yang diselimuti kabut putih. Dari
kejauhan juga nampak pura besar di pelataran Bromo. Pura ini lah yang pertama
kali kami termui ketika jeep mendaratkan kaki di pakiran. Pura ini bernama Pura Luhur Poten yang merupakan pusat ibadah Suku Tengger Bromo yang mayoritas beragama Hindu.
 |
Pura Luhur Poten dari ketinggian dan tertutup kabut |
Akhirnya setelah cukup menguras stamina dengan
oksigen yang semakin tipis, sampailah saya di puncak kawah Bromo. Karena kabut
yang sangat tebal serta asap belerang yang tebal, pemandangan jadi tidak
terlalu terlihat. Bau menyengat belerang menyeruak menusuk hidung, siapkan
handuk atau masker untuk tutup hidung. Saya tidak berlama di kawah karena tidak cukup kuat untuk menghirup aroma belerang yang menusuk hidung.
 |
Memandang kawah berkabut dari kejauhan |
Di sisi kiri
kawah bromo terlihat bukit berkontur unik, biasanya orang menyebutnya
dengan sebutan Gunung Batok. Di akhir trip Bromo ini
kami pun berfoto bersama rekan satu trip. Sungguh perjalanan yang sangat
menyenangkan, akhirnya saya menjejakkan kaki di kawasan Bromo. Lain
kali harus datang lagi di musim kemarau, yang pastinya punya sensasi yang
berbeda, dengan udara yang pastinya lebih dingin dan tentunya sunrise yang
cantik. Jakarta sudah memanggil , kami harus kembali, see you again Bromo :)
 |
See you again!! |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar