Gunung Papandayan, saya kembali..
 |
Hello Papandayan! |
Kali ini dengan teman-teman baru yang belum pernah saya kenal dan temui sebelumnya, totally strangers. Naik gunung dengan orang-orang asing? Hmm why not? Toh jadi lebih tahu bagaimana karakter sebenarnya di pertemuan pertama bukan? Kali ini saya join open trip untuk trekking dan camping di Gunung Papandayan, Garut. Ini adalah kali kedua saya berkunjung ke gunung yang sangat cantik di setiap sisinya. Garut, Swiss van Java menyambut kami di pagi buta itu. Mobil pick up yang telah di carter oleh Tour Leader siap mengantarkan kami ke basecamp hingga ke Camp David. Setelah perjalanan panjang dari Jakarta, kami beristirahat sejenak di basecamp, sebuah rumah makan di daerah Ciburial yang memiliki sebuah danau/situ cantik di belakangnya.
 |
Situ di belakang basecamp Ciburial |
Setelah mengisi perut kami berangkat menuju jalur pendakian Gunung Papandayan. Pagi itu tampak awan mendung bergelayut, kami berdoa semoga perjalanan pendakian kami lancar dan cuaca cerah. Beberapa hari ke belakang Garut dan sekitarnya memang selalu diguyur hujan setiap hari. Hal yang saya sukai ketika menumpang pick up menuju Papandayan adalah pemandangan sekitar terutama siluet Gunung Cikuray yang tinggi menjulang di kejauhan. Gagah.
 |
Gunung Cikuray dari kaki Papandayan |
Kami memulai pendakian sekitar pukul 07.00, masih sangat pagi. Masih sama dengan pertama kali saya kesini, jalur berbatu dengan yang dihiasi dengan pohon Cantigi nan kokoh di sisi kiri dan kanan. Jejeran bukit-bukit yang menjulang tinggi dan tentu saja asap kawah Papandayan yang mengebul tinggi dan tebal. Jalur kami hari itu adalah Kawah Papandayan - Danau Kawah - Hutan Mati - Pondok Saladah. Jadi trek yang kami lintasi bukan melalui jalur normal seperti sebelumnya saya datang, tetapi langsung menanjak shortcut ke Hutan Mati. Kali itu entah mengapa alhamdulillah langkah kaki saya lebih ringan daripada pertama kali saya trekking disini, entah karena sudah pernah atau logistik yang lebih ringan atau sudah "pemanasan" minggu sebelumnya di Gunung Salak. Atau bisa jadi karena start naik lebih pagi jadi udara lebih segar? Ah yang jelas rasanya lebih santai.
 |
Tidak pernah bosan |
 |
Hari yang cerah untuk jiwa yang tidak pernah sepi |
Sampai diatas bukit yang banyak warung-warung, kami berhenti untuk beristirahat. Teh manis hangat dan pisang goreng menghangatkan perut saya pagi itu. Alhamdulillah matahari mulai tinggi dan hari tampak sangat cerah dengan birunya langit yang menambah cantiknya Papadayan hari itu. Setelah menitipkan carrier dan logistik kepada salah satu teman yang tidak ikut, kami melangkahkan kaki dengan lebih ringan (karena tidak membawa barang bawaan hehehe) menuju Danau Kawah.
 |
Trek menuju danau |
 |
Sungai belerang yang diseberangi |
Danau ini terletak tepat di bawah kawah utama, kawah utama adalah kawah belerang dengan asap yang paling besar. Jika dilihat dari bawah, trek nya memang terlihat sangat berbahaya karena asapnya terlihat sangat tebal. Danau pun tidak terlihat karena memang tersembunyi di cekungan dinding kawah. Saya mengetahui keberadaan danau ini dari salah satu postingan di instagram, sebuah danau berwarna kehijauan yang sangat cantik. Jalur menuju danau sebetulnya ada 2, bisa langsung dari bawah tetapi harus siap menghadapi asap belerang yang tebal dan jalur lainnya bisa memotong menurun dari bukit yang ada warung-warungnya. Kami ambil jalur yang kedua. Alhamdulillah tidak ada asap yang melintas sedikitpun, semesta mendukung. Kami harus melewati jalanan berbatu dan berkerikil serta beberapa sungai belerang untuk mencapai ke danau. Terlihat sangat dekat tetapi ternyata cukup jauh.
 |
Danau Kawah Utama Papandayan |
Ketika sampai di bibir cekungan, tampak sebuah danau hijau segar dengan gradasi kekuningan di pinggirnya. Masyaallah, sangat cantik. Jauh-jauh lebih cantik daripada foto yang saya lihat di instagram. Di kiri dan kanan danau terdapat tebing yang dapat didaki, dari atas tebing ini lebih terlihat cantiknya gradasi warna danau. Namun, harus berhati-hati karena sangat curam dan licin karena berkerikil. Di belakang danau terbentanglah dengan gagah kawah utama Papandayan yang selalu bergemuruh kencang setiap waktu.
 |
Kawah Utama Papandayan yang bergemuruh kencang |
Puas berada di danau kawah, kami pun kembali ke warung untuk mengambil carrier dan melanjutkan perjalanan menuju Hutan Mati. Trek Hutan Mati ini terletak tidak jauh dari warung di sebelah kiri. Jalurnya? Luar biasa menanjak curam, masih tetap berbatu dengan pohon Cantigi yang menancap kokoh. Trek ini lumayan menguras tenaga, saya harus beberapa kali berhenti untuk mengantur nafas dan minum. Dengkul pun cukup gemetar karena harus menahan beban badan dan carrier yang dibawa.
 |
Shorcut menuju Hutan Mati |
Sampai di atas rasanya puas sekali, selamat datang kembali di Hutan Mati, Nanda!
 |
I'm Back! |
Hutan Mati masih sama seperti sebelumnya, tetap eksotis.
 |
Kawah utama di kejauhan dari Hutan Mati |
Dari Hutan Mati kami turun ke Pondok Saladah untuk beristirahat, sholat dan mengisi perut. Karena perjalanan kami belum berhenti sampai sini.
Foto :
Dokumentasi Pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar